Jangan Menafikan SBY

Jangan Menafikan SBY
Jangan Menafikan SBY

Jangan Menafikan SBYSABTU, 5 April, tepat tengah hari,  saya berada di Sidoarjo, Jawa Timur. Udara panas dan gerah. Saya menelusuri jalanan yang dipadati oleh pendukung Partai Demokrat menuju stadion kota yang sedang berlangsung kampanye terbuka. Itu adalah hari terakhir kampanye, dan esoknya adalah hari pertama masa tenang.

Saya sedang berada di tengah kerumunan pendukung Dahlan Iskan –jangan lupa bahwa Konvensi Capres Demokrat belum selesai- dan keyakinan mereka yang besar terlihat meletup-letup. Beberapa pemuda membawa papan gambar setinggi dua belas kaki dengan nama Dahlan Iskan terpampang dalam huruf besar yang dicetak tebal-tebal.

Namun di tempat lain, pendukung partai terlihat semrawut dan tak bergairah. Mereka berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil: banyak yang berjongkok di depan emperan toko dan di bawah papan reklame untuk menghindari sengatan sinar matahari siang. Sekalipun ada parkir mobil di stadion, masih banyak bus dan angkot terparkir sembarangan di jalanan.

Sebelumnya, saya telah mengikuti kampanye yang sangat enerjik, yang tampak dari wajah penuh semangat yang tak sedikitpun tergurat rasa lelah dari capres PDI-P, Joko Widodo. Jokowi tengah menyisir jantung kota Nahdlatul Ulama, dimulai dari Banyuwangi hingga ke Surabaya, Dibandingkan dengan kampanye partai penguasa, suasananya betul-betul berbeda.

Namun, walaupun saya pernah mengikuti kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan timnya pada dua pemilu sebelumnya, saya tidak bisa menolak untuk merasakan momen bersejarah ini: kampanye terakhirnya sebagai 'RI1'. Beberapa jurnalis sibuk merekam kampanye calon-calon yang menduduki tangga atas dalam survey. Sementara saya lebih tertarik untuk mengikuti sebuah era yang sebentar lagi berakhir. Selain itu, saya ingin mendengar sekali lagi Sang Jenderal berorasi.

Persiapan di stadion sangat mewah. Setelah melihat kampanye partai oposisi sebelum ini, sangat sulit untuk tidak melihat perbedaannya yang mencolok pada tata stadion yang ekstensif menggunakan bendera dan spanduk, belum lagi layar video yang besar seukuran panggung. Ini event yang sangat didanai habis-habisan.

Layar jumbo di panggung menayangkan pencapaian SBY dalam sepuluh tahun pemerintahan dan program-programnya di masa depan. Ketika story-line tengah mencapai klimaks, SBY muncul di atas panggung. Dia berdiri di barisan terdepan didampingi istri dan anaknya Edhie Baskoro (Ibas) dan barisan pendukung yang memakai baju biru.

Saya siap kecewa. Namun setelah pesan video bombastis seperti itu, saya seperti diberi kejutan. Ketika suara sang Jenderal terdengar parau, ada gairah yang nyata dalam bahasanya.

SABTU, 5 April, tepat tengah hari,  saya berada di Sidoarjo, Jawa Timur. Udara panas dan gerah. Saya menelusuri jalanan yang dipadati oleh pendukung

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News