Mantan Deputi Menteri BUMN Sulap Lalat Jadi Pakan Ternak

Bikin Lab di Rumah, Temukan Solusi Limbah Sampah

Mantan Deputi Menteri BUMN Sulap Lalat Jadi Pakan Ternak
PROTEIN TINGGI: Agus Pakpahan menunjukkan prepupa lalat di ”laboratorium” mini di halaman rumahnya. Foto: Hari Setiawan/Jawa Pos Radar Jember

UNTUK masuk ke rumah Agus Pakpahan di Jalan Bangka II, Mampang, Jakarta Selatan, setiap tamu harus memasuki lorong sejauh sekitar 30 meter. Di ujung lorong, tepatnya di halaman rumahnya, Agus membuat tempat penelitian atau ”laboratorium” mini khusus lalat.
-----------
Hari Setiawan, Jakarta
-----------
Setelah tidak menjabat deputi bidang agroindustri di Kementerian BUMN, Agus memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan penelitian. ”Mungkin saya ini termasuk aneh. Sebab, latar belakang pendidikan saya manajemen sumber daya alam, tapi sekarang malah meneliti lalat,” katanya ketika ditemui Jawa Pos Radar Jember di rumahnya di Jakarta pertengahan bulan lalu.

”Pertemuan” dirinya dengan lalat berawal sekitar tiga tahun lalu. Suatu saat Agus membaca sebuah laporan bahwa IQ rata-rata orang Indonesia 80. Padahal, orang negara lain rata-rata 150. Ternyata, yang membuat IQ rata-rata orang Indonesia relatif rendah adalah kekurangan protein.

Dalam laporan itu disebutkan, sel-sel otak sulit berkembang karena kekurangan protein. Disebutkan pula, ibu hamil yang kekurangan yodium akan mengakibatkan anaknya kelak kuntet (kerdil) dan daya tahan tubuhnya rendah. Ibu hamil harus mengonsumsi yodium 200 mg. Padahal, sebutir telur hanya mengandung 15 mg yodium.

”Lalu saya berpikir, harus ada pakan ayam dan ikan yang tinggi yodium. Mengapa ayam dan ikan? Karena ayam dan ikan sumber protein yang relatif murah,” kata Agus.

Kebetulan, setelah tak lagi menjadi deputi menteri BUMN, Agus beternak bebek di Bogor. Saat itulah dia menambahkan yodium dalam pakan bebeknya. ”Indonesia tidak akan maju kalau tidak punya pabrik pakan ternak yang murah dan tinggi protein,” tandas doktor lulusan Michigan State University, Amerika Serikat, itu.

Tepung ikan sebagai salah satu bahan baku pakan ternak, kata Agus, masih harus diimpor Indonesia dengan harga mahal. Volume impor tepung ikan Indonesia bisa mencapai 95 persen dari kebutuhan. Padahal, Indonesia yang beriklim tropis memiliki karakter panas, lembap, dan basah. Dalam tiga hal itu, proses yang dominan adalah pembusukan.

Yang paling diuntungkan dalam proses pembusukan adalah lalat. Dalam sebuah literatur, Agus menemukan fakta bahwa lalat merupakan sumber protein untuk pakan ternak. ”Dari sini saya menemukan benang merah antara kebutuhan bahan pakan murah berprotein tinggi serta potensi yang dimiliki Indonesia yang beriklim tropis,” terangnya.

Dalam proses dekomposer, yang menjadi unsur penghancur adalah bakteri. Tapi, proses pembusukannya lama karena memakan waktu enam bulan. Di satu sisi, ada satu makhluk yang makan barang-barang busuk, yakni lalat. Lalat selama ini dianggap sebagai hewan menjijikkan dan penebar penyakit.

UNTUK masuk ke rumah Agus Pakpahan di Jalan Bangka II, Mampang, Jakarta Selatan, setiap tamu harus memasuki lorong sejauh sekitar 30 meter. Di ujung

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News