Pentagon Sebut ISIS Lebih dari Teroris

Tak Bisa Dihentikan, Harus Ditumpas

Pentagon Sebut ISIS Lebih dari Teroris
Pentagon Sebut ISIS Lebih dari Teroris

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) memang sukses mengantarkan militer Iraq unggul atas militan Negara Islam alias Islamic State (IS). Tetapi, di balik kegemilangan itu, Negeri Paman Sam ternyata menyimpan kekhawatiran yang besar terhadap kelompok radikal yang kali pertama muncul dengan nama ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) tersebut.
 
Kamis waktu setempat (21/8), Pentagon menyatakan, IS masih menjadi ancaman yang sangat nyata. Bukan bagi Iraq saja, tetapi juga bagi AS dan Negara-Negara Barat. Selain memiliki strategi tempur yang bagus, IS mempunyai pemasok senjata dan dana yang bisa diandalkan.

Ketika harus berhadapan dengan AS di Iraq, IS melancarkan agresi di Syria melalui perbatasan.

"Sewaktu-waktu, mereka (IS di Iraq dan Syria) bisa bergabung kembali dan melancarkan serangan bersama yang skalanya jauh lebih besar," ungkap Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel dalam pertemuan dengan para petinggi militer di Pentagon.

Di mata politikus 67 tahun itu, IS bukan sekadar kelompok militan atau teroris biasa. Karena itu, AS pun membutuhkan strategi khusus untuk menghadapi IS.

"Ini tidak seperti (teroris) yang biasa kami hadapi. Karena itu, kami harus siap menghadapi kemungkinan apa pun," ungkap Hagel.

Tetapi, dia tidak menyebutkan apakah serangan udara atas Syria menjadi taktik yang bakal AS pilih untuk mematahkan serangan IS atau tidak. Dia menyebut IS sebagai kelompok militan yang mengawinkan ideologi teror dengan strategi tempur yang rumit dan taktik militer yang ampuh.
 
Selain Hagel, pertemuan di Departemen Pertahanan AS itu juga dihadiri Kepala Staf Gabungan Jenderal Martin Dempsey. Petinggi angkatan darat (AD) yang sudah beberapa kali bertugas di Iraq itu menegaskan, IS memang berbeda dengan teroris atau ekstremis pada umumnya. Bahkan, menurut dia, IS tidak bisa dihentikan. Satu-satunya cara untuk menyetop kekejian IS adalah dengan menumpas mereka.
 
"Ini (IS) adalah kelompok yang beraksi tanpa ampun dan tidak akan menyerah hingga akhir. Jadi, kita harus mengalahkan mereka," kata Dempsey.

Karena itu, menurut dia, AS juga harus menyerang IS di Syria. Sebab, menumpas IS di Iraq saja tidak akan membuat kelompok teror tersebut lemah. Sebaliknya, kekalahan di Iraq akan membuat IS di Syria semakin kuat dan akhirnya akan kembali ke Iraq.
 
Dalam kesempatan itu, Hagel dan Dempsey membahas pembunuhan keji jurnalis foto AS James Foley. Tanpa ampun, algojo IS memenggal kepala pria 40 tahun tersebut. Bahkan, IS merekam aksi biadab itu dan menyebarluaskan di internet.

Teror tersebut membuat AS dan sekutu Eropanya ngeri. Negara-Negara Barat lantas membahas uang tebusan demi keselamatan warga mereka yang kini menjadi tawanan IS.
 
Bersamaan dengan itu, Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) melaporkan, bentrokan militan IS dan pasukan Syria telah mengakibatkan sedikitnya 70 nyawa melayang. Dalam waktu sekitar 48 jam, pertempuran sengit di wilayah utara Provinsi Raqa itu telah memorak-porandakan salah satu basis militer Syria tersebut.
 
"Sedikitnya 70 militan IS tewas sejak bentrokan Rabu pagi (20/8)," kata Rami Abdel Rahman, direktur SOHR di Syria. Dia menyatakan bahwa dalam serangan tersebut, pasukan Syria mengerahkan sejumlah jet tempur, rudal Scud, dan sejumlah bom.

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) memang sukses mengantarkan militer Iraq unggul atas militan Negara Islam alias Islamic State (IS). Tetapi, di balik

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News