Moeldoko Cinta Pers, Alex Genjot Sumsel

Moeldoko Cinta Pers, Alex Genjot Sumsel
Moeldoko Cinta Pers, Alex Genjot Sumsel

JAKARTA - Hari kedua pelaksaan Forum Pemimpin Redaksi Jawa Pos National Network (Forum Pemred JPNN) semakin inspiratif. Sejumlah tokoh nasional hadir memberi pencerahan dan inspiratif atas usaha-usaha dan kerja keras mereka yang konsisten dalam bidangnya masing-masing.
    
Tokoh yang hadir kemarin adalah Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Dirut Bank BNI Gatot Soewondo dan politisi PDIP Achmad Basarah.
    
Jenderal Moeldoko yang mengawali perbincangan pada sesi pertama di hadapan puluhan pemimpin redaksi se-Jawa Pos Group bercerita pengalaman masa kecilnya yang susah. Lahir dari sebuah kampung di pelosok Kediri hingga bisa menjabat sebagai Panglima TNI.

”Nama desa kelahiran saya namanya Desa Pesing. Saya juga bingung, anak yang berasal dari desa yang jauh dan jelek itu, kok bisa jadi Panglima TNI. Tapi itulah perjalanan kehidupan,” kata Moeldoko di JCC, Senayan, Jakarta, kemarin (27/8).

Jenderal Moeldoko mengaku, sepanjang karirnya di TNI, dia tidak pernah mengoreksi media. Tidak pernah menyebut berita media tendensius atau tidak berimbang. ”Sebab sejak menjabat Komandan Distrik Militer (Dandim) Jakarta Pusat, saya sudah banyak bergaul dengan media,” kata peraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) ini.

Ketika menjadi pimpinan tertinggi di institusinya, Moeldoko memanfaatkan kesempatan itu untuk mengubah paradigma prajurit dalam menangani komunikasi publik. ”Saya sosialisasikan paradigma baru bersosialisasi,” kata jenderal bintang empat ini.

Dia bercerita, dulu TNI dalam membangun komunikasi itu sering satu arah. Mau mengendalikan informasi. Tidak senang wartawan, diusir. Jengkel kepada wartawan, kamera diambil, dirusak.

Menurutnya, sekarang tidak bisa lagi seperti itu. ”Bukan dengan cara itu kendalikan informasi. Tapi dengan memberikan informasi sejujur-jujurnya, dengan batas tertentu,” kata Moeldoko.

Meski demikian, Panglima TNI mengakui prajurit di tingkat bawah masih ada yang menjalankan praktek-praktek lama dalam menghadapi wartawan. Misalnya mengintimidasi atau mengancam. Beberapa pemred grup Jawa Pos pun bercerita masih ada kasus wartawannya ditekan atau bahkan dianiaya oleh oknum tentara.

”Memang tidak mudah mendistribusikan keinginan ke bawah. Pasti ada saja kesenjangan. Saya minta bantuan kalangan media untuk melakukan pendekatan dan diskusi dengan komandan-komandan di daerah,” katanya.

JAKARTA - Hari kedua pelaksaan Forum Pemimpin Redaksi Jawa Pos National Network (Forum Pemred JPNN) semakin inspiratif. Sejumlah tokoh nasional hadir

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News