Bukan Perang, Hanya Konflik Domestik

Bukan Perang, Hanya Konflik Domestik
Bukan Perang, Hanya Konflik Domestik

RUSIA tidak perlu menabuh genderang untuk mengawali peperangan di Ukraina. Negeri Beruang Merah itu bahkan tidak mendeklarasikan perang atau menginstruksikan invasi besar-besaran ke negara tetangganya tersebut. Tanpa masyarakat internasional sadar, Rusia telah berperang dengan Ukraina.
 
Konvoi bantuan menjadi jalan pembuka bagi Rusia untuk masuk ke Ukraina. Meski sempat bersitegang dengan pemerintahan Presiden Petro Poroshenko, Presiden Vladimir Putin akhirnya bisa mengirimkan konvoi bantuan ke kantong-kantong pemberontak pro-Rusia. Rabu lalu (27/8) rombongan truk logistik itu berubah menjadi konvoi pasukan plus persenjataan Rusia.
 
"Militer Rusia memasuki Ukraina dari perbatasan sebelah selatan, tepatnya di Novoazovsk," jelas jubir militer Ukraina. Bersamaan dengan itu, Kiev juga merilis video yang menunjukkan penangkapan 10 serdadu Rusia yang masuk wilayah Ukraina secara ilegal.

Jumat lalu (29/8) NATO melaporkan bahwa saat ini sedikitnya 1.000 serdadu Rusia telah berada di wilayah Ukraina. Tepatnya, wilayah timur Ukraina.
 
"Pasukan Rusia telah melakukan invasi (atas Ukraina)," kata Poroshenko. Beberapa waktu lalu, pemimpin 48 tahun itu bertemu dengan Putin. Sayangnya, pertemuan tersebut gagal membuahkan kesepakatan baru soal Ukraina.

Rusia tetap ngotot pada pendiriannya untuk mencegah Ukraina masuk NATO. Padahal, selain menjadi anggota Uni Eropa (UE), Ukraina memang bercita-cita masuk NATO.
 
Tidak mau berurusan dengan negara-negara Eropa yang lain, Rusia pun mati-matian membantah semua tuduhan tentang invasi. Bagi Putin, apa yang terjadi antara Rusia dan Ukraina hanyalah konflik domestik. Karena itu, dia tidak membutuhkan campur tangan banyak pihak untuk menyelesaikannya. Bahkan, menurut Putin, para serdadu yang tertangkap di Ukraina itu hanya tidak sengaja menyeberang perbatasan.
 
"Aktivitas militer (Rusia di Ukraina) merupakan bagian dari upaya Rusia untuk memperkuat posisi politiknya menjelang perundingan dua pihak," kata Fyodor Lukyanov, editor jurnal Russia in Global Affairs. Bagi Rusia, konvoi bantuan dan pergerakan pasukannya ke Ukraina hanyalah wujud dukungan mereka terhadap separatis Ukraina.
 
Di sisi lain, Rusia pun sebenarnya menyimpan ketakutan terhadap Ukraina. Pasca pengambilalihan Crimea oleh Moskow, masyarakat Rusia sebenarnya lebih waswas ketimbang sebelumnya. Mereka tidak yakin bahwa keputusan Putin terkait dengan Crimea tersebut tepat. Karena itu, segala hal yang berkaitan dengan Ukraina menjadi sesuatu yang memantik kecemasan.
 
Mustang Wanted, petualang serbabisa asal Ukraina, sempat menjadi "teroris" bagi masyarakat Rusia. Tepatnya, saat dia memanjat gedung pencakar langit peninggalan Uni Soviet dan mengecat bintang yang berada di puncak tertingginya dengan warna kuning serta biru. Ya, warna bendera Ukraina itu langsung menghantui masyarakat Rusia. Mereka merasa seperti sedang menghadapi teror.
 
"Ini terorisme. Sederhana dan jelas," kata salah seorang penduduk Moskow. Dia bahkan menyamakan aksi Mustang Wanted itu dengan pengeboman di ibu kota Rusia pada 2010.

Tidak hanya itu, dia juga menganggap bendera Ukraina sebagai bendera militan Negara Islam atau Islamic State (IS) yang juga dikenal dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Barangkali ancaman-ancaman tidak nyata itulah yang lantas menggelitik Putin untuk menginvasi Ukraina. (theeconomist/themoscowtimes/h ep/c7/tia)


RUSIA tidak perlu menabuh genderang untuk mengawali peperangan di Ukraina. Negeri Beruang Merah itu bahkan tidak mendeklarasikan perang atau menginstruksikan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News