KMP Masih Ngotot Pilkada oleh DPRD

KMP Masih Ngotot Pilkada oleh DPRD
Para petinggi partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Foto: dok.Indopos/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Koalisi Merah Putih (KMP) masih ngotot ingin menghapus pilkada langsung. Mereka menganggap pemilihan kepala oleh DPRD bisa menghemat biaya.

 

Alasan bahwa pemborosan anggaran bisa diantisipasi dengan sistem  e-voting juga tak  diterimanya. E-voting dianggapnya bukan alasan untuk tetap  menyelenggarakan pilkada langsung.
    
Lantas apa dasar dari koalisi  7 parpol ini  yang ingin mengembalikan suksesi kepala daerah oleh DPD?

Juru bicara KMP Tantowi Yahya mengatakan, e-voting tak ada sangkut pautnya dengan pemborosan uang negara. Selain itu, e-voting juga dinilai tidak akan menghilangkan dampak buruk dari penyelenggaraan pilkada secara langsung.
    
“Pemborosan uang negara menjadi salah satu bagian dorongan kami mengembalikan pilkada dipilih lewat DPRD. Masih banyak persoalan lainnya yang menyelimuti negatifnya penyelenggaraan  pilkada langsung,” kata Tantowi saat dihubungi INDOPOS (Grup JPNN), kemarin (19/9).
    
Politisi  Golkar ini menerangkan,  bahwa biaya yang besar bukan terletak pada proses pemilihan tapi bagaimana suara itu didapatkan.

“Pengalaman pemilu dan pilkada menunjukkan ada uang ada suara atau nomor piro wani piro. Itu yang menjadi penyakit sosial di masyarakat,” ucapnya.
    
Sementara, kata dia, e-voting hanya instrumen dari pemilihan langsung yang akan berperan banyak dalam mengurangi kecurangan dalam rekapitulasi dan mempercepat penghitungan.

“Tetapi sekali lagi saya tegaskan e-voting tidak menghilangkan money politik di masyarakat,” ujarnya.
    
Selain itu, masalah lain adalah munculnya sikap kebencian di masyarakat bahkan tidak jarang terjadi bentrokan antarpendukung kandidat kepala daerah.

“Masalah paling krusial adalah terjadinya konflik horizontal. Berapa banyak nyawa hilang atau yang terluka akibat dari penyelenggaraan pilkada langsung ini,” pungkasnya menambahkan.
    
Sementara itu, presiden terpilih Joko Widodo percaya bahwa sistem pemungutan suara elektronik bisa diterapkan di Pemilu 2019. Alasannya, sistem elektronik bisa membuat pemilu terselenggara dengan lebih baik dan lebih efisien.
    
"Ya kalau memungkinkan,  itu memang bagus. Semua yang berkaitan dengan elektronik itu bagus," ujar Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin (19/9).
    
Menurut mantan Walikota Solo itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mulai menyosialisasikan  sistem itu pada pemilihan-pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan sebelum Pemilu 2019. "Kan harus dibangun juga. Apakah masyarakat bisa percaya dengan sistem itu?" ujar Jokowi.
    
Sebelumnya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkenalkan sistem tersebut pada pameran dan seminar 'Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan' yang diselenggarakan oleh salah satu perkumpulan relawan Jokowi-JK di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu 6 September 2014 yang lalu.
    
Hingga saat ini BPPT baru mengujicobakan sistem tersebut di beberapa Pemilihan Kepala Desa saja. Sistem ini dipercaya bisa mempercepat proses pemungutan suara di dalam bilik suara, sambil tetap mempertahankan asas langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil (Luber) dalam pemilu.
    
Menurut pemerhati pemilu dari Public Virtue Institute Andar Nubowo,  banyak fakta-fakta menarik mengenai potensi e-vote dalam mengatasi pilkada dari segi pengeluaran.
    
"Secara eksplisit penyelenggaraan pilkada melalui e-voting dapat mengurangi beban anggaran sebesar 50 persen. Hal ini menyangkut penghematan biaya pencetakan, rusak atau hilangnya kertas suara, dan ongkos lembur," kata Andar.
    
Menurut Andar,  sistem e-voting akan meningkatkan akurasi perhitungan suara dengan cara mengompilasi data suara secara realtime.

Pada akhir sesi pemilihan hasil penghitungan suara ditampilkan kepada pada saksi dalam bentuk persentil sehingga mengurangi aspek politik uang. "Paling tidak dalam cakupan saksi dan penghitungan suara," katanya. (dli)


JAKARTA - Koalisi Merah Putih (KMP) masih ngotot ingin menghapus pilkada langsung. Mereka menganggap pemilihan kepala oleh DPRD bisa menghemat biaya.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News