Pro - Pemilu Langsung Lumpuhkan Hongkong

Pro - Pemilu Langsung Lumpuhkan Hongkong
Pro - Pemilu Langsung Lumpuhkan Hongkong

jpnn.com - HONGKONG - Demokrasi juga sedang mengalami ujian di Hongkong. Warga bekas koloni Inggris itu kini sedang mempertahankan hak untuk memilih langsung pemimpin mereka. Hak dasar dalam demokrasi tersebut terancam dihapus karena Beijing hendak menerapkan aturan baru bahwa kandidat pemimpin Hongkong harus lolos seleksi komite yang dibentuk Tiongkok Daratan

Tuntutan warga Hongkong itu diabaikan petinggi Tiongkok. Akibatnya, sejak awal September ini demonstrasi menuntut pemilu langsung marak terjadi di salah satu pusat finansial terbesar di dunia tersebut. Puncaknya terjadi Minggu dan kemarin (29/9)

Puluhan ribu demonstran menutup jalanan utama. Imbasnya luar biasa, sekolah-sekolah terpaksa diliburkan dan tercatat 17 bank menutup kantor layanan.

Sebab, puluhan ribu demonstran itu menduduki jalan utama di tengah kota yang menuju distrik finansial dan pemerintahan. Peng­unjuk rasa juga meluber ke distrik perbelanjaan Causeway Bay dan area permukiman penduduk. Jalan utama di Mongkok juga di­kuasai demonstran.

Kepolisian Hongkong menyatakan bahwa pihaknya telah menembakkan 87 gas air mata sepanjang kericuhan tersebut. Mereka juga menangkap beberapa pendemo yang dianggap biang kericuhan. ''Sebanyak 41 orang terluka dalam kericuhan, termasuk petugas polisi. Saat ini polisi menggunakan pertahanan minimum,'' ujar Asisten Komisioner Polisi untuk Operasi Pengamanan Demonstran Cheung Tak-keung kemarin. Jatuhnya korban luka hingga puluhan merupakan masalah serius di Hongkong. Sebab, Hongkong terkenal sebagai kota yang stabil.

Petugas keamanan sangat jarang menggunakan gas air mata, semprotan merica, air cabai, ataupun tongkat pemukul. Semprotan terakhir dilakukan pada 2005. Agar situasi tidak lebih parah, polisi antihuru-hara juga ditarik dari lapangan. Namun, aksi melunak tersebut diikuti dengan aksi represif bentuk lain di media sosial.

Tiongkok sejak Minggu (28/9) memblokir aplikasi Instagram setelah foto-foto demonstrasi prodemokrasi di Hongkong tersebar luas. Laman Instagram tidak dapat diakses di Hongkong, Beijing, Shenzhen, Mongolia Dalam, Heilongjiang, dan Yunnan. Pemblokiran terhadap Instagram menambah daftar beberapa aplikasi layanan asing yang sebelumnya diblokir pemerintah Tiongkok seperti Facebook, YouTube, Twitter, bahkan Googles online services sudah tidak dapat diakses sejak Juni. Begitu pun dengan layanan pesan milik Jepang dan Korea Selatan Kakao Talk.

Namun, aktivis prodemokrasi tidak kehilangan akal. Tindakan pemblokiran dilawan dengan men-download aplikasi pesan baru yang tidak membutuhkan internet, FireChat. Tercatat, lebih dari 100.000 orang telah men-download FireChat dalam 24 jam terakhir. Aplikasi gratis itu diluncurkan pada Maret lalu dan juga telah digunakan oleh Iraq dan mahasiswa di Taiwan selama melakukan aksi gerakan menentang pemerintahan.

Selain itu, perlawanan tahun ini disimbolkan dengan payung, kacamata khusus, dan masker. Banyaknya pendemo yang mem­bawa payung untuk perlindungan semprotan air menciptakan julukan Umbrella Revolution (Revolusi Payung). Istilah itu kini sedang tren di media sosial Hongkong.

Unjuk rasa besar-besaran di Hongkong itu dipicu keputusan pemerintah Tiongkok yang melarang pemilihan langsung pemimpin Hongkong mulai 2017. Padahal, saat Inggris mengembalikan Hongkong kepada Tiongkok pada 1997, Beijing berjanji menerapkan level otonomi dan kebebasan yang tak bisa dinikmati warga Tiongkok Daratan dalam sistem yang disebut "satu negara dua sistem".

Namun, janji tinggallah janji. Dalam aturan baru, mulai 2017, Beijing hanya memperbolehkan warga memilih calon pemimpin yang disetujui pemerintah pusat. Kepala eksekutif Hongkong dipilih 1.200 anggota komite dan harus disetujui pemerintah pusat Tiongkok. Itulah yang tidak dikehendaki demonstran. Artinya, para kandidat tersebut adalah orang-orang yang pro-Beijing. Padahal, mereka menginginkan pemimpin yang benar-benar memahami Hongkong dan dipilih langsung oleh warga tanpa intervensi dari Beijing. (AP/AFP/Reuters/BBC/CNN/c10/sha/kim)


HONGKONG - Demokrasi juga sedang mengalami ujian di Hongkong. Warga bekas koloni Inggris itu kini sedang mempertahankan hak untuk memilih langsung


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News