Transgender Brisbane Mengenang Mayang Prasetyo

Ungkap Pembunuhanya, Bukan Foto Seksinya

Transgender Brisbane Mengenang Mayang Prasetyo
Transgender Brisbane Mengenang Mayang Prasetyo. Foto: Facebook Mayang Prasetyo

jpnn.com - BRISBANE – Delapan hari sudah Mayang Prasetyo alias Febri Andriansyah berpulang. Kemarin (11/10), warga Kota Brisbane, Negara Bagian Queensland, Australia, mengenang sosok supel nan dermawan itu di New Farm Park. Sedikitnya 150 orang hadir dalam acara peringatan yang dihelat komunitas transgender tersebut.

”Siapapun yang pernah bertemu Mayang, tahu bahwa mereka telah bertemu dengan orang yang baik hati,” kata Brad Whitehouse, kawan sekaligus sponsor visa Mayang. Menurut dia, sosok 27 tahun itu adalah pemeluk Islam yang selalu mendekatkan dirinya pada Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari pun Mayang tidak pernah meninggalkan kepercayaannya.

Whitehouse lantas teringat pada satu peristiwa yang membuat dia kagum pada Mayang. ”Saya pernah memberikan uang USD 10 (sekitar Rp 122 ribu) kepada seorang nenek. Mayang langsung mengatakan kepada saya bahwa nenek tersebut bakal berdoa untuk kebaikan saya sebanyak 100 kali,” ungkapnya. Di mata pria Australia itu, Mayang adalah teladan.

Kemarin, teman-teman Mayang yang rata-rata adalah kaum transgender bergantian memberikan kesaksian tentang pasangan Marcus Volke tersebut. Sebagian besar di antaranya mengungkap kebaikan figur murah hati yang hidupnya harus berakhir tragis di tangan Volke. Teman-teman Mayang tidak bisa membendung air mata mereka saat berbicara tentang Warga Negara Indonesia itu.

”Ini adalah perayaan untuk mengenang hidup Mayang. Bukan hanya bagi komunitas kami saja, melainkan juga bagi semua orang yang peduli pada komunitas ini,” ujar Gina Mather, presiden Australian Transgender Support Association Queensland. Dia menambahkan, melalui malam renungan itu, komunitas transgender ingin memberitahukan kepada dunia bahwa hidup yang mereka jalani tidaklah mudah.

Menurut Mather, kaum transgender justru rawan menjadi korban kekerasan. Khususnya, kekerasan dalam rumah tangga seperti yang dialami Mayang. ”Ada kelompok laki-laki tertentu yang memang sengaja memburu dan menganiaya transgender demi kesenangan mereka,” katanya. Dia berharap, kasus Mayang bisa membuka mata publik terhadap komunitas transgender.
Dalam kesempatan itu, Australian Transgender Support Association Queensland juga mengkritik media yang mereka anggap diskriminatif. Mather mengatakan bahwa sebagian besar media memberitakan kasus Mayang sambil memasang foto seksi korban. Media juga dengan vulgar menuliskan profesi Mayang semasa masih hidup.
    
”Semua foto-foto sensual itu berkaitan erat pekerjaan Mayang. Itu adalah cara Mayang untuk mempromosikan diri. Saya rasa, dia tidak ingin masyarakat mengenangnya sebagai sosok seksi yang menjajakan diri,” kritik Whitehouse, teman lama Mayang. Seorang transgender yang lain meminta media berhenti menyebarluaskan foto seksi Mayang. Publik lebih membutuhkan pengungkapan pembunuhan Mayang.
    
Sementara itu, penyelidikan kasus Mayang oleh Kepolisian Australia terus bergulir. Kemarin, Sersan Tom Armitt, detektif senior Australia, mengatakan bahwa pembunuhan itu terjadi pada Kamis malam atau Jumat pagi pekan lalu. ”Kami belum bisa banyak berbicara,” katanya. Tapi, investigasi awal menyebut cekcok rumah tangga sebagai pemicu kekerasan yang berujung pada kematian Mayang. (ABC/brisbanetimes/hep)


BRISBANE – Delapan hari sudah Mayang Prasetyo alias Febri Andriansyah berpulang. Kemarin (11/10), warga Kota Brisbane, Negara Bagian Queensland,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News