Mengunjungi Museum Tani Jawa Jogjakarta di Imogiri, Bantul

Dirintis sejak 1998, Kemas Unik Kampanye Pertanian

Mengunjungi Museum Tani Jawa Jogjakarta di Imogiri, Bantul
Kepala Museum Tani Jawa Jogjakarta Kristya Bintara. Foto: Radar Jogja/JPNN

jpnn.com - Budaya bertani, kurang begitu popular bagi generasi penerus. Namun, hal itu tak mematikan semangat seorang Kristya Bintara dalam mendirikan Museum Tani Jawa Jogjakarta. Melalui museum ini, dia konsisten melestarikan tradisi budaya pertanian gaya Jawa.

DWI AGUS, Bantul

SUASANA asri menyambut Radar Jogja saat memasuki Candran Kebinagung Imogiri Bantul, Jumat siang (10/10). Hamparan pematang sawah menyejukkan mata siang itu. Hijaunya padi mampu mengalahkan terik matahari yang menyengat.

Memasuki gapura desa, puluhan memedi sawah terpasang di beberapa areal persawahan seluas 20 hektare. Tepat di ujung jalan, sebuah bangunan berukuran 8 x 8 meter penuh dengan hiruk pikuk manusia. Ternyata siang itu Museum Tani Jawa Jogjakarta sedang ada gawe pembukaan Gebyar Museum 2014.

Di tengah hiruk pikuk itu, nampak satu orang terlihat tegang, yakni Kepala Museum Tani Jawa Jogjakarta, Kristya Bintara. Ia terlihat sibuk mengatur beberapa persiapan.

Begitu Radar Jogja mencoba menyapanya, senyum pun terkembang.
 “Monggo mas, duduk di kursi kayu ini, sambil menikmati semilir angin sawah,” katanya.

Mengawali obrolan, Kris -panggilan akrab Kristya- bercerita seputar sejarah museum. Museum sederhana ini digagas sejak 1998. Berdirinya bangunan berarsitektur Jawa ini merupakan wadah komunikasi pertanian tradisional gaya Jogjakarta.

Menurut pria kelahiran Bantul, 25 Mei 1968 ini, bertani merupakan budaya yang sangat penting. Sedangkan pada waktu itu, museum yang memiliki konsentrasi pada pertanian, tidak ada. Atas inisitif ini pula, dirinya mendirikan museum tani

Budaya bertani, kurang begitu popular bagi generasi penerus. Namun, hal itu tak mematikan semangat seorang Kristya Bintara dalam mendirikan Museum

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News