Mengenal Abdul Manan, Presiden Pertama Suku Bajo Indonesia

Berontak dari Tradisi, Sekolah hingga Luar Negeri

Mengenal Abdul Manan, Presiden Pertama Suku Bajo Indonesia
Foto: Guslan Gumilang/Jawa Pos

jpnn.com - Suku Bajo kini tersebar di 21 provinsi di Indonesia. Jumlahnya puluhan ribu orang. Menariknya, pemimpin suku yang rumahnya di atas laut itu adalah seorang pakar lingkungan lulusan luar negeri.

Laporan Tomy C. Gutomo, Wakatobi

LANGIT di Kampung Mola, Wangi-Wangi Selatan, Wakatobi, Selasa (18/11) begitu cerah. Ibu-ibu terlihat leyeh-leyeh di depan rumah panggung mereka yang berdiri di atas perairan Pulau Wangi-Wangi. Pipi mereka dihiasai barra, semacam bedak dingin yang terbuat dari japung-japung (sejenis kerang). Mirip perempuan di Myanmar yang rajin mengenakan tanaka untuk melindungi wajah dari sengatan matahari. Sementara itu, anak-anak mereka berlarian di jembatan yang menghubungkan antarrumah dan asyik berenang serta bermain sampan.

Itulah suasana perkampungan suku Bajo di Mola. Ada 1.200 rumah panggung yang berdiri di kampung itu. Setiap sore, warga Wangi-Wangi datang ke Mola untuk membeli ikan. Banyak jenis ikan yang dijual di sana dan harganya sangat murah. Misalnya, ikan kerapu biru yang di Surabaya bisa mencapai Rp 700 ribu per kilogram di Mola paling mahal Rp 50 ribu.

Di kampung itulah Abdul Manan berasal. Pria kelahiran 19 Mei 1961 tersebut dipilih menjadi presiden Bajo sejak 2008. Dia dipilih dalam kongres pertama suku Bajo di Jakarta. Manan merupakan seorang di antara sedikit warga Bajo yang memiliki kesadaran tentang pendidikan. Setelah lulus SMP, dia bersikeras meninggalkan Mola. Tidak ada teman-teman sebayanya saat itu yang melanjutkan ke SMA. Bahkan, tidak banyak anak Bajo yang menikmati bangku SMP. Mereka memilih membantu orang tua mencari ikan di laut. Dengan modal nekat, Manan melanjutkan SMA di Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.

’’Saya saat itu kagum dengan orang yang pulang ke Wakatobi setelah merantau untuk kuliah. Mereka terlihat hebat di mata saya,’’ kata Manan kepada Jawa Pos di Patuno Resort, Pulau Wangi-Wangi.

Lulus SMA di Bau-Bau, Manan mendapat beasiswa untuk kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo (Unhalu), Kendari. Dia seangkatan dengan Hugua, bupati Wakatobi saat ini. Lulus kuliah, Manan sempat menjadi dosen di Unhalu. Kemudian, dia mendapat kesempatan melanjutkan S-2 di jurusan teknik lingkungan di Chiang Mai University, Thailand. Sepulang dari Negeri Gajah Putih tersebut, Manan dipercaya rektor Unhalu saat itu, Prof Soleh Salahudin, menjadi kepala pusat studi lingkungan.

Pada 2003, Wakatobi menjadi kabupaten baru, hasil pemekaran dari Kabupaten Buton. Baru pada 2006 Wakatobi memiliki bupati sendiri setelah dipimpin pelaksana tugas (Plt) bupati. Hugua, teman kuliah Manan, terpilih menjadi bupati pertama Wakatobi. Pada 2007, Hugua meminta Manan pulang kampung untuk menjadi staf ahli di bidang lingkungan. Sejak 2008 hingga sekarang, Manan dipercaya menjadi kepala badan perencanaan pembangunan daerah (bappeda).

Suku Bajo kini tersebar di 21 provinsi di Indonesia. Jumlahnya puluhan ribu orang. Menariknya, pemimpin suku yang rumahnya di atas laut itu adalah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News