Inflasi RI Terendah di ASEAN

Bila Reformasi Struktural Sukses

Inflasi RI Terendah di ASEAN
Inflasi RI Terendah di ASEAN

JAKARTA - Reformasi struktural yang didengungkan pemerintah bakal membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia. Apabila berhasil dilakukan, dalam satu dekade ke depan Indonesia bisa menjadi salah satu negara dengan inflasi terendah di ASEAN.
       
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, pihaknya kini fokus meyakinkan inflasi bakal rendah dan stabil. Pada 2015, inflasi diperkirakan di kisaran 4 persen plus minus 1 persen. Sedangkan 2016, inflasi bisa berada pada level 3,5 persen plus minus 1 persen.

"Inflasi rendah seperti 2011 yang 3,8 persen dan 2014 sebesar 4,3 persen, itu seperti kondisi di Filiphina, Malaysia, dan Thailand. Akibatnya tingkat bunga mesti turun," ungkap Agus kepada Jawa Pos.
       
Bahkan, lanjut dia, inflasi terendah di ASEAN bisa dicapai lebih cepat apabila pemerintah betul-betul memperkuat reformasi struktural. Khususnya masalah BBM bersubsidi, pemerintah seharusnya menerapkan fixed subsidi alias subsidi tetap.

"Kalau fixed subsidi, selesai masalah BBM kita. Karena harganya sudah sesuai gejolak dunia. Jadi tidak setiap satu-dua tahun sekali harus menyesuaikan harga BBM, inflasi pun bisa dikendalikan," terangnya.
       
Selama ini inflasi Indonesia banyak terkerek dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Beberapa momen kenaikan BBM yang memicu tekanan inflasi antara lain pada 2005 mencapai 17 persen.

Lalu pada 2008 dan 2013 inflasi menyentuh 11 persen dan 8,3 persen. Tahun ini, inflasi diperkirakan cukup tinggi pada kisaran 7,7-8,1 persen. Sumbangan inflasi dari kenaikan harga BBM Rp 2.000 per liter sebesar 2,4-2,8 persen.
       
Karena itu, pemerintah perlu memecahkan problem reformasi struktural. Dengan begitu, inflasi bisa ditangani saat tidak ada dampak kenaikan harga BBM. Terbukti, sebelum ada kenaikan BBM inflasi pada 2014 diproyeksi hanya 5,4-5,8 persen. Angka itu masih masuk dalam target awal BI"di rentang 4,5 persen plus minus 1 persen.
       
"Seandainya pemerintah ada effort, itu (inflasi) bisa rendah, sehingga daya beli masyarakat tidak tergerus. Karena itu penting sekali kita perbaiki"supply side dengan kemandirian yang lebih tinggi," ujarnya.

Di samping itu, BI akan meneruskan kebijakan moneter berbasis"inflation targeting framework"atau sasaran inflasi. "Koordinasi forum tim pengendali inflasi pusat maupun daerah kami tingkatkan," paparnya.
       
Ekonom Indef Aviliani mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan BBM bersubsidi Rp 2.000 per liter justru memberatkan performa fiskal pada tahun-tahun mendatang. "(Kenaikan ini) tidak signifikan untuk pengalihan subsidi. Yang signifikan misalnya Rp 2.500 per liter, tapi fixed," jelasnya.
       
Apalagi, sangat sulit bagi pemerintah untuk kembali menaikkan harga lagi pada tahun depan. Sebab, efek kenaikannya bisa ganda dengan risiko inflasi yang sangat tinggi.

"Tahun depan pembatasan saja. Bisa hemat 40 persen dari total subsidi," ungkapnya. (gal/oki)


JAKARTA - Reformasi struktural yang didengungkan pemerintah bakal membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia. Apabila berhasil dilakukan, dalam


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News