Setiap Hari, di Bogor Ada 10 Orang Gila Baru

Setiap Hari, di Bogor Ada 10 Orang Gila Baru
Setiap Hari, di Bogor Ada 10 Orang Gila Baru

BOGOR - Jumlah penderita gangguan jiwa (orang gila) di Bogor terus meningkat. Beban hidup yang semakin berat, sementara kondisi perekonomian yang tak stabil karena kenaikan harga BBM dan kebutuhan pokok, menjadi salah satu penyebab banyak warga yang stres.
    
Selain perkara ekonomi, ada faktor lain pemicu stres adalah interpersonal, pendidikan, dan asmara. Menurut data dari Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM), per Oktober 2014 tercatat sebanyak 450 orang pasien gangguan jiwa berat dirawat. Jumlah ini meningkat dibandingkan data Oktober 2013 yang jumlahnya 231 pasien.
    
Humas Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, dr. Abdul Farid Fatutie mengatakan, jumlah pasien yang dirawat inap itu fluktuatif, ada yang masuk dan ada yang pulang.

"Setiap harinya sekitar 5-10 orang dirawatinapkan karena dianggap mengalami gangguan jiwa berat," ujarnya kepada Radar Bogor kemarin.
    
Menurut Farid begitu dia biasa disapa-, pasien sakit jiwa yang dirawat tersebut silih berganti karena kapasitas rumah sakit tidak bisa menampung seluruh pasien sakit jiwa berat. Bahkan, terkadang pasien baru bisa masuk (rawat inap) jika ada pasien rawat inap yang dipulangkan.

"Terkadang pasien terpaksa dibawa pulang karena tidak ada lagi ruangan untuk rawat inap," ucapnya.
    
Selain yang menderita gangguan jiwa berat, tiap bulannya tercatat 300 orang pasien gangguan jiwa ringan menjalani perawatan jalan di RSMM. Mereka yang rawat jalan adalah pasien yang mengalami gangguan jiwa ringan.“Angka ini meningkat tiap bulan," kata Farid .  
    
Saat ini RSMM mempunyai 470 tempat tidur khusus jiwa, 1000 karyawan, 16 Psikiater, 13 Psikiolog dan didukung oleh 70 dokter umum.  Secara medis, umumnya pasien gangguan jiwa berat yang dirawat menderita penyakit skizopernia, gangguan skizonpal, psikotik akut dan sementara.

"Sampai saat ini tidak ada kepastian penyebab skizopernia. Biasanya selalu karena multi faktor. Ada karena bawaan atau kepribadian. Ada yang tiba-tiba. Ada pula karena tekanan lain yang membuatnya menjadi stresor," bebernya.
    
Menurut Farid beberapa kejadian yang ditemuinya, secara umum sebagai pemicu seseorang terkena gangguan jiwa adalah faktor interpersonal, pendidikan, ekonomi dan masalah asmara.

Dia mencontohkan bidang pendidikan, ada yang tidak lulus TNI/Polri atau stres mengerjakan skripsi berkunjung dan konsultasi di RSMM. Soal putus cinta, diselingkuhi dan perceraian, juga ada. Apalagi masalah ekonomi, cukup banyak menyebabkan seseorang stres.
    
Perasaan tertekan, terbeban dan memvonis diri kerdil juga banyak ditemui. Hanya saja dia tidak bisa mempresentasekan berapa jumlah pasien dengan penyebab seperti itu.

"Bermacam-macam faktornya (orang mengalami gangguan jiwa, red). Tapi, kalau dari segi gender memang laki-laki mendominasi, sekitar 80:20 presentasenya dibandingkan perempuan," ujarnya.
    
Banyaknya laki-laki menderita gangguan jiwa karena memang laki-laki lebih rentan mengalami stres, terutama jika sudah berkeluarga. Menurut Farid tuntutan pekerjaan dan rumah tanggalah yang mendominasi kaum pria mengalami gangguan jiwa.
    
Sementara itu, dari segi usia, usia produktif mulai dari 20 tahun mendominasi terkena gangguan jiwa. Dengan beragam penyebab, pasien gangguan jiwa di usia produktif ini akan terus berobat di rumah sakit jiwa hingga usia senja.
    
"Kalau yang tua itu karena pasien ulangan. Jadi, kalau dari usia muda dia berobat ke sini tidak akan berhenti sampai tua. Karena meskipun sembuh, bisa kambuh lagi jika mendapat goncangan lagi. Kesembuhan pasien sakit jiwa ini hanya 30 persen," jelasnya.
    
Selain karena memang tingkat kesembuhan yang kecil, faktor persepsi masyarakat juga sangat mempengaruhi kesembuhan pasien sakit jiwa. Farid mengatakan, hampir semua pasien yang dia tangani di RSMM melalui pengobatan non medis sebelum dibawa kepadanya. Seperti pengobatan dengan dukun, paranormal atau orang pintar hingga rukyah.
    
"Ada sih ada yang memang langsung dibawa ke sini, tapi banyaknya ya itu, sudah lebih dulu dibawa ke orang pintar. Padahal faktor kesembuhan pasien-pasien ini sangat ditentukan dengan kecepatan dalam menanganinya," tandasnya.
    
Perlu diketahui, masalah gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi pada orang dewasa secara nasional mencapai 11,6 persen. ”Populasi orang dewasa mencapai sekitar 150 juta. Dengan demikian ada 1.740.000 orang di Indonesia yang mengalami gangguan mental emosional,” kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Supriyantoro, belum lama ini.
    
Sementara itu, Psikolog, Ida Rochmawati mengatakan, cara ampuh namun sederhana untuk mencegah penyakit kejiwaan adalah mau 'curhat' terkait persoalannya kepada orang lain. ”Cara mengantisipasi gangguan jiwa, paling sederhana adalah menyampaikan beban perasaannya kepada orang lain,” kata Ida.
    
Pada prinsipnya setiap manusia bisa mengalami gangguan mental emosional karena manusia tidak lepas dari stres. Namun harus dibedakan reaksi mental dan emosional yang normal dan tidak.

”Dianggap tidak normal apabila gangguan tersebut mengganggu fungsi peran dan sosialnya,” ungkapnya.
    
Ciri-ciri orang penderita gangguan jiwa ringan, kata dia, seringkali stres, depresi atau mengalami suatu keadaan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika. Gejala lain, kekacauan berpikir dan berperilaku berdampak pada kualitas hidup seseorang.

”Ganguan jiwa, khususnya penderita depresi bisa berdampak fatal. Tak jarang, penderita mengakhiri beban hidup dengan cara bunuh diri,” katanya.(Ind/c)


BOGOR - Jumlah penderita gangguan jiwa (orang gila) di Bogor terus meningkat. Beban hidup yang semakin berat, sementara kondisi perekonomian yang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News