Lola Amaria Kebal Kritik dan Teror

Lola Amaria Kebal Kritik dan Teror
Lola Amaria. Foto: dokumentasi Indopos/JPNN

jpnn.com - DIKENAL sebagai sutradara untuk film-film bertema kemanusiaan, Lola Amaria seringkali terpaksa mengkritik pihak-pihak tertentu. Sebab, inspirasi filmya lebih banyak berasal dari fakta dan fenomena yang ada di masyarakat.

Tak heran, seringkali Lola mendapat sindiran, cibiran, bahkan teror usai melempar karyanya di ruang publik. Hal itu pula yang dialami Lola saat menggarap film tentang tenaga kerja Indonesia (TKI).

”Pasti ada tantangan, kayak diancam. Contohnya ya film terakhir saya Negeri Tanpa Telinga. Pas buat itu ada yang menjegal. Pas bikin film tentang TKI, ada LSM yang nyinyir. Saya kan paparkan hal yang nyata biar semua orang yang nggak tahu jadi tahu,” ujarnya saat ditemui di Senayan, Jakarta, Slasa (25/11).

Selama berkarir sebagai produser dan sutradara di balik layar, Lola sudah menghasilkan sejumlah film. Di antaranya Novel tanpa huruf R (2003), Betina (2006), Minggu Pagi di Victoria Park (2010), Sanubari Jakarta (2012) dan Negeri Tanpa Telinga (2014). Film-film itu banyak mengangkat isu hangat, misalnya tentang TKI, kotornya politik, hingga kritik sosial.

Meski banyak dikritik, bahkan diancam, Lola tak menggubrisnya. Ia justru menjadi kebal dengan banyaknya kritik dan cibiran.

”Saya banyak didukung orang-orang yang sehati sama saya. Saya nggak buat kriminal juga. Mudah-mudahan saya tetap maju dengan tema kemanusiaan, karena tema itu selalu menarik untuk saya," kata wanita berusia 37 tahun itu.(ash)


DIKENAL sebagai sutradara untuk film-film bertema kemanusiaan, Lola Amaria seringkali terpaksa mengkritik pihak-pihak tertentu. Sebab, inspirasi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News