Kisah Keluarga yang Batal Naik AirAsia QZ8501 di Detik-detik Terakhir

Awalnya Marah karena Jadwal Dimajukan, Akhirnya Puji Tuhan

Kisah Keluarga yang Batal Naik AirAsia QZ8501 di Detik-detik Terakhir
HILANG NYALI: Sepuluh anggota keluarga Soedibyo masih berkumpul di rumah sang mama dengan travel bag setelah balik dari Bandara Juanda. (Guslan Gumilang/Jawa Pos)

jpnn.com - Siang itu pintu pagar tinggi rumah di Jalan Rungkut Lor V Nomor J-17, Perumahan YKP, terbuka separo. Rumah tersebut milik mantan Kajati DKI Jakarta dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Soedibyo.

---

DI ruang tengah rumah tersebut, sepuluh anggota keluarga besar almarhum Soedibyo berkumpul. Mereka belum lama kembali ke rumah dari Bandara Juanda. Keluarga itu memilih membatalkan penerbangan dan agenda liburan akhir tahun yang telah dipersiapkan lima bulan terakhir. Lima koper besar pun masih berjajar di pinggir sofa ruang tamu.

Di ruang itu, keluarga telaten meladeni media. Sesekali rengekan bayi yang ditimang-timang dua ibu muda terdengar. Ari Putro Cahyono, 33, putra almarhum Soedibyo, paling sering mewakili keluarga untuk memberikan pernyataan.

Tak kurang setiap lima menit handphone pria yang akrab disapa Ari itu berdering karena panggilan dari sanak saudara, rekan dekat, hingga media.

Ari mengaku sempat menggerutu ketika keluarganya harus ketinggalan pesawat yang seharusnya mendaratkan mereka di Singapura pada pukul 10.40 WIB kemarin. Tanpa sepengetahuan dirinya, ternyata jadwal pesawat itu telah dimajukan oleh pihak maskapai.

Namun, ternyata itu kehendak Tuhan. Justru ketidaktahuan tersebut yang menyelamatkan keluarga besar Nyonya Soedibyo atau Mudjilah Kasimin. Ari sejatinya dijadwalkan berangkat bersama sang istri, Anggi Mahesti, serta dua anaknya, Gideon Satriorenoult dan Putri Sekararum yang masih berusia sebelas bulan. Sementara itu, Joedhey Ribawanto membawa sang istri, Christianawati, kakak Ari, serta anaknya (Daniel Chandra Winotorenoult, 7; Rahardian Putro Wicaksono, 5; dan Soedibyo Samuelrenoult yang baru berumur tujuh bulan).

Ceritanya, keluarga tersebut sejatinya sudah memesan tiket pesawat menuju Singapura dengan maskapai AirAsia. Tiket dipesankan oleh Ari yang berdomisili di Mojoroto, Kediri. "Tiket saya beli di agen milik teman saya pada 4 Agustus 2014," ujar Ari.

Pihak maskapai kemudian memberikan kode penerbangan QZ 351 jurusan Surabaya (SUB)-Singapura (SIN) yang berangkat pada Minggu, 28 Desember, pukul 07.30. Pesawat itu dijadwalkan tiba di Singapura pada pukul 10.40. Tetapi, beberapa hari sebelum keberangkatan, jadwal dimajukan menjadi pukul 05.20. Padahal, Ari dan keluarganya baru tiba di bandara pada pukul 05.30. "Saat tiba di bandara, saya juga dengar final call untuk penumpang AirAsia. Tapi, saya santai saja karena istri dan ibu saya masih di belakang. Ternyata benar, kami ketinggalan pesawat," urai Ari.

Begitu tahu ketinggalan, Ari sempat marah-marah kepada petugas AirAsia. Apalagi, dia merasa tak diberi tahu sebelumnya. Rupanya pihak AirAsia sudah menelepon dua kali, tetapi tak diangkat. Kemudian, AirAsia juga mengirim pemberitahuan melalui e-mail, tapi belum dibuka Ari.

Gara-gara hal itu, pihak AirAsia berencana mengganti penerbangan Ari dengan berangkat ke Singapura via Jakarta. "Kami ditawari flight ke Jakarta pukul 12.45 dan dari Jakarta ke Singapura pukul 16.30," bebernya. Saat itu keluarga bersedia menerima penjadwalan ulang penerbangan. Bahkan, Ari dan keluarganya memutuskan untuk menunggu penerbangan ke Jakarta dan berada di ruang ticketing.

Namun, semua keceriaan untuk berangkat liburan itu sontak berubah. Ari mendengar kabar hilangnya pesawat AirAsia justru dari sesama penumpang yang kebetulan baru mendapat cerita tentang nasib penerbangannya. "Mas benar-benar dapat berkat Tuhan. Pesawat (AirAsia) yang tadi lost contact," kata Ari, menirukan ucapan penumpang tersebut.

Begitu mendengar kabar itu, Ari bersama sembilan anggota keluarganya langsung lemas. Mereka tak bisa berkata-kata lagi. "Dari mulut kami, hanya keluar kata-kata puji Tuhan, puji Tuhan!" ujarnya. Juga, karena permintaan sang mama, Mudjilah, untuk batal berangkat, seluruh keluarga memutuskan pulang. "Kami juga sudah hilang nyali untuk berangkat. Badan juga masih merinding," tutur Ari.

Padahal, sudah dua tahun lalu keluarga besar tersebut ingin menyambut tahun baru bersama di Singapura. Biasanya, keluarga besar hanya merayakannya dengan sederhana di Kota Pahlawan, di kediaman orang tua.

Ari menambahkan, packing barang dan penentuan destinasi sudah dipersiapkan tiga bulan terakhir. Selain itu, keluarga besar tersebut berkumpul sejak awal Desember lalu, sebelum merayakan Natal. "Dua tahun terakhir hanya kami rayakan bersama di rumah mama. Inginnya kan jalan-jalan ke Universal Studios sama anak-anak," tambah Christiana, anak pertama Soedibyo yang berdomisili di Kota Malang.

Alhasil, seluruh tiket tempat hiburan, akomodasi hotel, dan sebagainya terpaksa hangus. Nilai semua itu pun cukup lumayan, lebih dari Rp 50 juta. "Kami rela semua dana itu hangus. Karunia keselamatan jauh lebih berharga," ujar Ari.

Ari maupun kakaknya, Christiana, juga tidak merasakan sedikit pun firasat janggal sebelum berangkat. Namun, biasanya mamanya selalu paling bersemangat bila ada agenda jalan-jalan sekeluarga. "Mama biasanya paling heboh kalau diajak traveling. Tapi, malam Minggu sebelum berangkat, mendadak merasa nggak enak badan. Tapi, karena semua tiket dan akomodasi dipesan, ya tetap berangkat," ujar seorang pengusaha diler motor di Kota Kediri tersebut.

Sementara itu, di tengah pembicaraan, Mudjilah menyahut dengan mengatakan bahwa kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan. Hanya, dia merasa bahwa tekanan darahnya naik Sabtu malam lalu. "Sebenarnya masih bisa kalau dipakai jalan-jalan. Biasa, tensi darah sering naik kalau lelah," ujar Mudjilah.

Seperti halnya dengan Ari, Christiana mengatakan bahwa keluarganya tak henti-henti mengucap syukur karena lolos dari musibah. Sebagai bentuk rasa syukur, tadi malam mereka langsung menggelar doa bersama dengan keluarga besar.  (shy/bri/c11/kim)


Siang itu pintu pagar tinggi rumah di Jalan Rungkut Lor V Nomor J-17, Perumahan YKP, terbuka separo. Rumah tersebut milik mantan Kajati DKI Jakarta


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News