Menyekolahkan Dua Keponakan, Berharap Ada yang Jadi Menteri dari Hasil Tuak

Menyekolahkan Dua Keponakan, Berharap Ada yang Jadi Menteri dari Hasil Tuak
Misdiana tampak mahir memanjat dengan menenteng jerigen tuak di tangannya. Selama 27 tahun menggeluti profesi ini, dia kini menjadi seorang yang sangat bertalenta. Foto: RANO HUTASOIT/JPNN

ORANG Batak dikenal pekerja keras dan dengan segala daya berupaya menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang tertinggi. Misdiana Manik (45) juga punya semangat seperti itu. Wanita hebat warga Nagori Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun itu menyekolahkan dua keponakannya dari hasil tuak.
-----------
Rano K Hutasoit-Dolok Panribuan, Simalungun
-----------
Berbekal puluhan tahun meracik tuak (nira), selalu masuk hutan setiap pukul delapan pagi dan pukul empat sore untuk mengumpul hasil sadapan, Misdiana Manik akhirnya terpercaya menjadi seorang yang bertalenta dalam meracik tuak.

Semua talenta dan keahlian berawal dari kemauan mencoba dan bekerja keras. Sejak SMP, Misdiana Manik sudah memulai belajar menyadap tuak. Awalnya, hanya coba-coba  menyadap nira di tempat yang bisa dijangkau dengan hanya mengandalkan bantuan sebatang dahan.

“Pertama menyadap tuak, aku mendapat hasil lima liter nira. Kuberitahu pada ayahku dan disambutnya dengan bahagia,” ujar Misdiana.

Tuak yang langsung bisa jadi uang saat itu membuatnya semakin tertarik menggeleuti profesi itu.

“Tak perlu malu pada teman-teman sebaya yang juga sekolah,” jelas Misdiana di bawah pohon aren di perladangannya. Sewaktu masih SMP itu, Misdiana sudah mendapat uang saku Rp 5 ribu setiap hari dari hasil menyadap tuak.  “Rp 5ribu di tahun 1988 sudah sangat banyak,” terang Misdiana.

Awalnya, Misdiana tidak memberitahu bahwa dia menyambi maragat sebelum berangkat dan sepulang sekolah. Tahun 1988, keluarga Misdiana tinggal sekitar 3 kilometer dari tepian jalan besar yang saat ini adalah Jalinsum Siantar-Parapat.

Misdiana sengaja memarkirkan sepedanya di tengah perjalanan menuju sekolah. Kalau ditanya teman-temannya, Misdiana mengatakan dia hanya hendak menggeser patok kerbau yang diikat dengan tali panjang agar bisa mencari makan sendiri.

“Resikonya, kalau berangkat sekolah harus lebih awal dari teman sekolah lainnya. Aku cukup bangga karena masih duduk di bangku SMP, tapi sudah berpenghasilan Rp 5 ribu per hari. Tahun 1988, nilai Rp 5 ribu sudah tergolong besar,” katanya lagi.

ORANG Batak dikenal pekerja keras dan dengan segala daya berupaya menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang tertinggi. Misdiana Manik (45) juga punya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News