KH Hasan Makarim 24 Tahun Jadi Pendamping Terpidana Mati di Nusakambangan

Klien Pertama Dampingi Trio Bom Bali I

KH Hasan Makarim 24 Tahun Jadi Pendamping Terpidana Mati di Nusakambangan
TENANGKAN TERPIDANA: KH Hasan Makarim saat menemui Jawa Pos di rumahnya Minggu lalu (15/2). Foto: Ariski Prasetyo/Jawa Pos

jpnn.com - Peran rohaniwan cukup membantu dalam proses melancarkan ”jalan” para terpidana mati menjelang eksekusi. Seperti yang dikerjakan KH Hasan Makarim yang sudah 24 tahun dipercaya mendampingi terpidana mati dari kalangan Islam. Dia bertugas menenangkan hati dan pikiran para terpidana sebelum ajal menjemput.

Laporan Ariski Prasetyo, Cilacap

TAK banyak orang yang ”berprofesi” seperti KH Hasan Makarim. Dia bisa bolak-balik masuk keluar Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, secara leluasa. Maklum, dia adalah pendamping atau rohaniwan bagi para pesakitan di pulau yang digunakan pemerintah untuk memenjarakan narapidana kelas berat agar terpisah dari dunia luar tersebut.

Tiga kali dalam seminggu Kiai Hasan –sapaannya– menyambangi tujuh lembaga pemasyarakatan (lapas) di Nusakambangan. Yakni Lapas Besi, Kembang Kuning, Narkoba, Batu, Permisan, Terbuka, dan Pasir Putih. Di penjara-penjara itu ustad yang kini menjabat ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cilacap tersebut dengan telaten memberikan pengajian dan berdakwah. Mengajak para penghuni lapas untuk kembali ke jalan kebenaran, jalan Tuhan.

Tak sekadar menjadi rohaniwan, Hasan juga mendapat tugas dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) untuk menjadi salah seorang pendamping terpidana mati di Nusakambangan. Sebuah amanah yang berat. Namun, dia menjalani tugas itu dengan keikhlasan.

Hasan bukan orang baru di Nusakambangan. Bahkan, sebagian hidupnya dia dedikasikan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam di pulau terpencil tersebut. Koordinator pondok pesantren di Nusakambangan itu sudah menjalani pekerjaan sebagai pendamping terpidana mati sejak 24 tahun silam.

Minggu lalu (15/2) Jawa Pos berkesempatan mengunjungi kiai karismatis tersebut di kediamannya di Jalan Perintis Kemerdekaan, Cilacap. Saat ditemui, Hasan mengaku sedang menyelesaikan tulisannya tentang pengalaman pribadinya selama mengabdikan diri di Nusakambangan. ”Mumpung ada waktu senggang, saya tulis. Biar tidak lupa ceritanya,” ujar dia ramah.

Sebagai ulama terpandang di Cilacap, Hasan tinggal di rumah yang terkesan sederhana. Bagian depan rumah dijadikan toko yang menjual busana muslim serta beraneka majalah.

Peran rohaniwan cukup membantu dalam proses melancarkan ”jalan” para terpidana mati menjelang eksekusi. Seperti yang dikerjakan KH Hasan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News