Kehidupan Pencari Giok di Alur Tengku, Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam

Yang Untung Dapat ”Gajah”, Yang Sial Dapat Kerikil

Kehidupan Pencari Giok di Alur Tengku, Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam
Gusti Nurja bersama teman-temannya membelah batu giok secara manual. Batu itu ditemukan Nurja cs di Alur Tengku. Foto: Ibrahim/Rakyat Aceh/JPNN

jpnn.com - Batu giok memang lagi booming. Batu mulia itu kini menjadi rebutan para kolektor yang bahkan mau membayar mahal. Kontras dengan nasib para pencari giok yang hidupnya pas-pasan. Berikut catatan wartawan Jawa Pos ENDRAYANI DEWI yang pekan lalu menemui para pencari giok di Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam.

AZAN Asar baru saja terdengar di Desa Krueng Isep, Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, Sabtu (14/3). Desa di pucuk gunung dan dikelilingi sungai itu tampak sepi. Meski begitu, sejumlah mobil mewah terlihat berjejer di jalan kecil menuju sungai yang kaya akan emas tersebut. Hampir semuanya berpelat Medan dan Jakarta.

Ya, mobil-mobil itu milik para kolektor batu mulia (gemstone) yang sedang berburu batu giok asal desa tersebut yang terkenal karena kualitasnya nomor wahid. Kualitas batu mulia Aceh disebut-sebut termasuk terbaik di dunia. Konon nomor dua setelah giok Tiongkok. Karena itu, batu Nagan Raya tidak hanya diminati warga dalam negeri, tapi juga sering diborong pencinta giok dari Korea dan Singapura.

Lokasi tambang batu giok Nagan Raya memang cukup sulit ditempuh. Dari Banda Aceh, kita harus melakukan perjalanan darat enam jam, melewati Aceh Besar, Meulaboh, Calang, Aceh Jaya, baru Nagan Raya. Setelah itu, dilanjutkan dua jam perjalanan menuju Desa Krueng Isep. Jalannya sempit dan berkelok-kelok sebelum sampai di desa pucuk gunung tersebut.

Dari desa itu, perjalanan masih harus dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju lokasi pencarian giok di Alur (Sungai) Tengku. Tidak main-main, jaraknya sekitar 15 km! Jalan ke lokasi memang belum bisa dilalui kendaraan. Selain masih jalan setapak, posisinya naik ke puncak.

Karena pertimbangan waktu yang mulai sore, saya tidak sampai ke lokasi penambangan. Bersama teman wartawan dari Rakyat Aceh (Jawa Pos Group), saya menunggu di sebuah warung makan yang biasa dijadikan jujukan para pencari giok yang turun. Meski kecil, warung tersebut cukup ramai. Sore itu sedikitnya sepuluh orang ada di warung, mereka ternyata sama-sama berburu giok langsung dari para pencarinya.

Sejak batu mulia dari Nagan Raya dikenal di kalangan gemstone, para pencari batu giok menjadi ”orang penting”. Kemunculan mereka selalu ditunggu para pembeli dari luar kota, bahkan luar negeri. Bongkahan batu yang didominasi warna hijau terang, hijau lumut, hijau tua, putih, dan hitam tersebut laris manis diburu orang. Terutama yang baru saja diambil dari Alur Tengku.

”Ini solar (jenis giok paling bagus, Red). Baru saja saya beli dari pencari giok Rp 8 juta,” ujar seorang pemburu giok sembari memperlihatkan bongkahan batu berwarna keperakan seukuran kepalan tangan itu.

Batu giok memang lagi booming. Batu mulia itu kini menjadi rebutan para kolektor yang bahkan mau membayar mahal. Kontras dengan nasib para pencari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News