Awas, Bullying Mengincar Penderita Kerancuan Kelamin

Awas, Bullying Mengincar Penderita Kerancuan Kelamin
Keluarga Torikin, dari kiri, Zakaria, Alfiyah, Taufan Al Habid (digendong ayahnya, Torikin), Iklas Suni, dan Nur Iman (digendong ibunya, Seni) di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Semarang Jumat (13/3). Foto: Adityo Dwi/Jawa Pos Radar Semarang

PENINDASAN Penindasan atau bullying adalah salah satu efek yang biasa muncul pada penderita kelainan kelamin. Apalagi ketika penderita terlambat ditangani dan perubahan fisik mulai tampak. Cemooh yang umumnya muncul adalah teriakan banci dan ejekan sebagai orang aneh. Bahkan, penderita sampai dikucilkan dari pergaulan.
 
Itulah alasan dr Ardy menekankan pentingnya penyembuhan sedini mungkin. Misalnya pada pasien hipospadia, lebih baik kelainan sudah dibereskan sebelum masuk usia sekolah. Dengan begitu, anak bisa tumbuh dengan tenang. "Kalau laki-laki kencingnya jongkok, pasti di-bully," ujarnya.
 
Dampak bullying sudah terjadi kepada Muhammad Prawiro Dijoyo, 23. Dia adalah mantan penderita kelamin ganda yang terlahir dengan nama Siti Maemunah. Ketika memasuki SMP, perubahan mulai terjadi pada dirinya. Kelaminnya yang berbentuk seperti perempuan tidak diikuti dengan perubahan fisik.
 
Sebaliknya, dia semakin laki-laki. Payudaranya tidak tumbuh, tetapi suaranya justru membesar. Berbagai hinaan harus dia terima. Joy, sapaan akrabnya, makin gelisah. Ketika remaja, dia tidak kunjung menstruasi, sementara kelaminnya makin tumbuh seperti laki-laki. Gara-gara itu, dia sempat mencoba bunuh diri saat kelas VIII SMP.
 
Tekanan itu membuat Joy berharap agar yang memiliki masalah seperti dirinya segera menjalani pemeriksaan medis. Setelah prosesnya selesai, dilanjutkan dengan mengurus identitas. Seingat dia, proses yang harus dijalaninya mulai awal sampai selesai putusan hakim mencapai enam bulan. "Urusan medis harus diselesaikan dulu," katanya.
 
Dia meminta teman senasib untuk optimistis dan menghargai diri. Termasuk, berani mengejar mimpi-mimpi supaya orang tidak memandang sebelah mata. "Yakinlah, Allah menakdirkan kita begini karena Dia sayang. Hanya Dia yang tahu kenapa kita diciptakan begini," katanya.
 
Retno Kusmardani, kuasa hukum pro bono Joy untuk mengubah identitas, mengatakan bahwa pengujian secara medis harus dilakukan segera. Kalau sejak awal diketahui, penderita tidak perlu tumbuh dengan membohongi diri sendiri. Dengan begitu, kemungkinan mengalami bullying bisa diminimalkan. "Lebih dini lebih baik," ujarnya. (Baca: Mengenal Lebih Dekat Penyakit yang Bikin Jenis Kelamin Tak Jelas)
 
Nah, untuk menguatkan status baru, tidak cukup hanya melakukan operasi bagi yang kelainannya tidak bisa diselesaikan dengan obat. Penting mengurus identitas baru supaya lancar dalam mengurus berbagai hal. Terutama kartu identitas untuk memudahkan menikah atau mencari kerja, misalnya.
 
Saat mendampingi Joy, proses sidang berjalan cepat. Kini pemuda yang tinggal menyelesaikan satu operasi untuk menyempurnakan kelaminnya itu sudah punya identitas atas nama Joy. Semuanya bisa diubah karena pengadilan telah "merestui" perubahan identitasnya menjadi laki-laki.
 
"Akta kelahiran, KTP, dan kartu keluarga bisa diubah. Kecuali ijazah, tetapi tidak masalah karena ada keterangan bahwa Siti Maemunah sama dengan Joy," terangnya. (dim/c11/kim)

 


PENINDASAN Penindasan atau bullying adalah salah satu efek yang biasa muncul pada penderita kelainan kelamin. Apalagi ketika penderita terlambat


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News