Sebuah Perkampungan di Bali, Banyak Warganya Bisu-Tuli

Sebuah Perkampungan di Bali, Banyak Warganya Bisu-Tuli
Beberapa warga kolok Desa Bengkala sedang ”berbicara” dengan aparat desa setempat. Warga sudah terbiasa menggunakan bahasa isyarat dalam pergaulan sehari-hari. (Eka Prasetya/Jawa Pos Radar Bali)

DI sebuah desa di Bali, banyak warganya cacat bisu dan tuli, yang berlangsung ratusan tahun secara turun-temurun. Ada yang menyebutkan bahwa penyebabnya faktor genetik. Ada pula yang menduga akibat ”faktor X”.
----------------
Laporan Eka Prasetya, Buleleng
---------------
KADEK Sami, 45, sedang duduk berdampingan dengan suaminya, Wayan Ngarda alias Kolok Ngarda, 51, di balai desa di Dusun Kelodan, Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, Minggu (31/5). Keduanya tengah bercengkerama dengan menggunakan bahasa isyarat.

Kadek Sami adalah perempuan yang lahir dengan normal. Sementara itu, suaminya, Wayan Ngarda, penyandang disabilitas (difabel) bisu-tuli atau warga setempat menyebut dengan istilah kolok. Selama 25 tahun menjalin hubungan suami istri, bahtera rumah tangga keduanya terbilang harmonis. Nyaris tanpa batu sandungan.

”Sampai sekarang sih belum pernah ada masalah besar. Hanya pertengkaran-pertengkaran kecil, itu kan biasa. Meskipun punya kekurangan, hati dan kasih sayang suami saya sangat besar,” kata Kadek Sami sambil tersenyum malu.

Kadek Sami dan Wayan Ngarda hanya salah satu pasangan difabel-normal di Desa Bengkala. Masih ada sepuluh pasangan lain yang serupa. Bengkala dikenal sebagai desa yang memiliki penduduk bisu-tuli terbanyak di Provinsi Bali. Kini terdapat 42 orang kolok di desa berpenduduk 2.749 jiwa itu. Warga kolok tersebut tersebar di dua dusun, yakni Kajanan dan Kelodan.

Tak diketahui secara pasti penyebab warga kolok di Desa Bengkala begitu tinggi. Berbagai macam cerita menyebutkan bahwa warga kolok sudah ada di Desa Bengkala sejak ratusan tahun silam. Menurut cerita, dulu ada leluhur mereka yang bisu-tuli yang melahirkan keturunan dengan cacat yang sama. Begitu seterusnya sampai sekarang.

”Leluhur itu masih ber-stana (berada) di Pura Sakti Sinabun. Sampai sekarang warga kami masih sembahyang di pura itu, terutama saat piodalan (upacara) tiga hari sebelum Hari Raya Galungan,” ungkap Kepala Desa Bengkala I Made Arpana.

Sementara itu, versi peneliti, banyaknya warga kolok di Desa Bengkala tak lepas dari faktor genetik. Tim dari Michigan State University, Amerika Serikat, bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Udayana melakukan riset pada 1993 hingga pertengahan 2005. Dalam riset itu tim peneliti meyakini bahwa kasus banyaknya warga mengalami cacat bisu-tuli di Desa Bengkala disebabkan faktor keturunan.

Salah satu contoh kasus yang menguatkan penelitian itu adalah keberadaan keluarga Wayan Sandi alias Kolok Sandi, 75, salah seorang warga kolok yang memiliki keturunan bisu-tuli, yakni Wayan Ngarda.

DI sebuah desa di Bali, banyak warganya cacat bisu dan tuli, yang berlangsung ratusan tahun secara turun-temurun. Ada yang menyebutkan bahwa penyebabnya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News