Khawatir Sultan Dibisiki Setan, Kiai NU Jogja Tolak Sabdaraja

Khawatir Sultan Dibisiki Setan, Kiai NU Jogja Tolak Sabdaraja
Khawatir Sultan Dibisiki Setan, Kiai NU Jogja Tolak Sabdaraja

jpnn.com - JOGJA –  Sabdaraja yang dikeluarkan Sultan Hamengku Bawono Kasepuluh pada 30 April bukan hanya menimbulkan kegelisahan di internal Keraton Jogja. Sebab, keresahan juga melanda dirasakan para kiai  Nahdatul Ulama (NU) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DI).

Wakil Ketua Tanfidiyah Pimpinan Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) DIY,  Jadul Maula mengungkapkan, para kiai memersoalkan keputusan Sultan HB Kasepuluh menanggalkan gelar sayidin panatagama khalifatullah. “Ada kesalahan apa kok gelar diubah, dan diganti?” ujar Jadul seperti diberitakan Radar Jogja, Rabu (3/6).

Sebelumnya, selar sultan dari  HB I hingga HB IX dilanjutkan HB X adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sul-tan Hamengku Buwono Sena-pati Ing Ngalaga Ngabdurrak-hman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun sekarang bertepatan dengan usia 27 tahun HB X naik takhta, diubah menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Ka-sepuluh Suryaning Mataram Senapati Ing Ngalaga Langgeng Ing Bawono Langgeng, Langgeng Ing Toto Panotogomo.

Menyikapi itu Jadul menegaskan, para kiai tidak terima gelar itu diubah.  Perubahan nama dan gelar yang menurut HB X  didasarkan atas dawuh (perintah) dari  Gusti Allah melalui leluhur, kata Jadul, justru  bisa menyesatkan karena menyimpang dari akidah Islami.

“Klaim  itu dikhawatirkan bersifat distortif, mengandung ilusi syaithoniyah, dan sarat kepentingan pribadi,” jelas Pengasuh Ponpes Kali Opak Piyungan, Bantul ini.

Khawatir Sultan Dibisiki Setan, Kiai NU Jogja Tolak Sabdaraja

Sultan, lanjut Jadul, bisa saja mendapatkan inspirasi dan aspirasi dari mana saja. Mulai dari orang terdekat, hingga ilham dari Allah atau bahkan mimpi.

Tapi ketika akan memakainya sebagai acuan untuk menetapkan kebijakan, katanyam harus dipikirkan dampaknya. “Kemaslahatan harus menjadi pertimbangan utama, raja harus berhitung cermat baik, dan buruk yang diakibatkan,” terangnya.

JOGJA –  Sabdaraja yang dikeluarkan Sultan Hamengku Bawono Kasepuluh pada 30 April bukan hanya menimbulkan kegelisahan di internal Keraton

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News