BRAKK Minta RUU Minuman Beralkohol Dikaji Kembali

BRAKK Minta RUU Minuman Beralkohol Dikaji Kembali
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol atau biasa dikenal minuman keras telah rampung pada tahap pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan di tingkat Panja Badan Legislasi di DPR RI.

Namun, Koordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi dan Kriminalisasi (BRAKK) Hans Suta Widhya mengatakan, RUU Minol tersebut harus dikaji kembali sebelum disahkan menjadi UU. Sebab, RUU Minol harus memperhatikan berbagai aspek seperti pendapatan negara, dan ketenagakerjaan.

"Sebelum disahkan sebaiknya RUU ini harus dikaji kembali. Sebab, aspek pendapatan negara dan ketenagakerjaan harus dipikirkan sebelum RUU ini disahkan menjadi Undang-undang," kata Hans, Senin (3/8), di Jakarta.

Hans mengaku sepakat efek negatif dari minol atau miras memang harus diperhatikan agar tidak berdampak buruk terhadap masyarakat. Namun, tegasnya, aspek ketenagakerjaan dan lapangan pekerjaan juga harus dilihat bila pelarangan total produksi dan distribusi miras dilakukan karena bisa memunculkan jutaan pengangguran baru.

"Karena itu saya menyarankan agar RUU tersebut tidak berjudul pelarangan tetapi pengendalian minol atau miras," kata Hanz.

Ia yakin, dengan pengendalian maka efek negatif dari miras atau minol itu sendiri bisa ditekan dengan tidak menumbalkan jutaan tenaga kerja yang bekerja di sektor terkait.

Dijelaskan Hans, berdasar riset CSIS 2015,  pelarangan total seperti produksi dan konsumsi berakibat hilangnya pendapatan negara sebesar Rp 21,82 triliun atau setara 0,11 persen dari GDP meliputi seluruh sektor terkait.

Jumlah tersebut tidak termasuk pendapatan cukai minuman beralkohol sebesar Rp 4,9 triliun (2014) atau Rp 6 triliun (target 2015).

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol atau biasa dikenal minuman keras telah rampung pada tahap pengharmonisasian, pembulatan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News