Aku Rindu Indahnya Langit Biru

Aku Rindu Indahnya Langit Biru
ILUSTRASI. FOTO: JPNN.com

jpnn.com - Rasanya begitu sesak. Saat oksigen harus berganti dengan karbon monoksida, unsur berbahaya dari dampak kebakaran hutan dan lahan. Bukan hitungan jam, tapi sepanjang siang dan malam tanpa henti. Sesaknya sungguh tak terperi.

Di Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau, anak-anak sudah hampir sebulan tidak merasakan bangku sekolah. Tinggal di rumah pun, asap menyerbu hingga ke kamar-kamar.

Riau pun makin terisolir. Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru masih lumpuh total. Masyarakat pun mulai merindukan indahnya langit biru.

Akun-akun media sosial warga Riau, hingga Rabu (30/9) pagi, masih didominasi curahan hati, caci maki hingga nada kepasrahan. Penyebanya adalah bencana asap yang tak hilang, hampir dua bulan ini.

“Kapan kami bisa melihat indahnya nikmat Tuhan, langit biru dan udara segar,” demikian postingan akun facebook Eka Putri.

Postingan menyentuh juga ditulis Muhammad Ikhsan melalui akunnya.

“Wahai langit biru, dimanakah kamu? Karena asap, kami takut lupa seperti apa indahnya langit,” tulisnya yang direspon like banyak orang.

Tak hanya masyarakat biasa, Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman, yang selalu getol memantau perkembangan penanganan asap, juga dibuat tak berdaya. Kekesalannya pun diluahkan dalam status face book pagi ini, yang mengecam lambannya penanganan dari pemerintah pusat, sementara ribuan korban terus berjatuhan setiap harinya.

Rasanya begitu sesak. Saat oksigen harus berganti dengan karbon monoksida, unsur berbahaya dari dampak kebakaran hutan dan lahan. Bukan hitungan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News