Amputasi KPK, Ada Apa Antara Jokowi dengan KIH?

Amputasi KPK, Ada Apa Antara Jokowi dengan KIH?
Presiden Jokowi. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menilai revisi Undang-Undang KPK yang digulirkan oleh DPR sebagai bentuk korupsi politik melalui kebijakan membuat UU baru atau peraturan pemerintah.

“Sepintas revisi UU KPK seakan-akan bagus. Padahal substansinya ternyata hanya untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja kalau korupsi tidak terkena KPK,” kata Abdullah Hehamauha, di Jakarta, Rabu (7/10).

Padahal, lanjutnya, baru tiga bulan yang lalu Presiden Joko Widodo menolak rencana revisi UU KPK.

“Sekarang DPR bersemangat merevisi UU KPK dan itu diinisiasi oleh fraksi-fraksi pendukung Jokowi di DPR. Jadi, ada apa antara Istana dengan Koalisi Indonesia Hebat pendukung Jokowi di DPR?,” tanya dia.

Revisi tersebut, lanjutnya, akan jadi tameng oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan korupsi sebab dalam APBN akan bergulir berbagai megaproyek infrastruktur.

“Jadi sebelum korupsi, dibuatkan dulu payung hukumnya, makanya dalam revisi UU tersebut, KPK mereka rancang hanya menangani kasus korupsi di atas 50 miliar rupiah," ungkap Abdullah.

Soal rumusan KPK hanya boleh mengusut dugaan korupsi di atas 50 miliar rupiah, menurut Abdullah tentu ada maksudnya.

“Kenapa di atas 50 miliar rupiah? karena selama ini biasanya anggota DPR, DPRD, bupati, walikota sampai gubernur praktik korupsinya dalam bentuk gratifikasi memang dibawah 50 miliar,” katanya.

JAKARTA - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menilai revisi Undang-Undang KPK yang digulirkan oleh DPR sebagai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News