Waduh! Pencabutan Subsidi Listrik Bisa Picu Konflik

Waduh! Pencabutan Subsidi Listrik Bisa Picu Konflik
Foto ilustrasi dokJPNN

jpnn.com - JAKARTA - Ekonom UI Riyanto berpandangan, tugas PLN kalau mau mencabut subsidi listrik tidak mudah.

Efek sosial seperti kecemburuan antartetangga juga harus dipikirkan supaya tidak menjadi konflik.

"Kecemburuan rawan muncul, dan bisa berujung konflik. Itu harus dipikirkan," katanya. Apalagi, data 23,3 juta pelanggan yang digunakan PLN juga tidak tepat.

Sepengetahuannya, data orang miskin dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebanyak 15,5 juta keluarga.

Versi Riyanto, sisa 7,8 juta penduduk yang masuk dalam hitungan PLN sebenarnya masyarakat yang belum memakai listrik. Jadi, janggal kalau belum pakai listrik tapi subsidinya sudah dicabut. Selain itu, muncul juga inflasi yang akan mempengaruh pertumbuhan ekonomi.

"Dampak pengeluaran masyarakay nanti bisa naik sampai 250 persen untuk pelanggan 450 VA dan 150 persen bagi 900 VA," jelasnya. Meski demikian, tarif listrik subsidi yang belum pernah naik sejak 2003 itu perlu disesuaikan. Alasannya, tarif murah memicu pelanggan untuk boros.

"Tapi, kalau reformasi subsidi tidak lewat cara yang baik, efek besarnya akan bermunculan," jelasnya. Selain itu, dia mengingatkan kalau pemberian subsidi sudah diamanatkan undang-undang. Tinggal memilah dengan benar siapa yang mampu dan layak mendapat subsidi.

Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PLN Nasri Sebayang belum mau menyampaikan update pelaksanaan pencabutan subsidi itu. Dia berdalih belum ada assessment dan meminta untuk menunggu hingga dijelaskan secara resmi oleh PLN. Termasuk soal sasaran pencabutan apakah untuk rumah tangga saja atau industri.

JAKARTA - Ekonom UI Riyanto berpandangan, tugas PLN kalau mau mencabut subsidi listrik tidak mudah. Efek sosial seperti kecemburuan antartetangga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News