Industri Pariwisata Ancam Lahan Pertanian Di Bali

Industri Pariwisata Ancam Lahan Pertanian Di Bali
Anggota DPD RI asal Provinsi Bali, I Kadek Arimbawa. FOTO: Twitter

jpnn.com - JAKARTA – Salah satu masalah serius yang dihadapi Provinsi Bali saat ini adalah tingginya laju alih-fungsi lahan pertanian produktif atau subak menjadi kawasan industri pariwisata. Alih-fungsi lahan tersebut terjadi karena industri pariwisata lebih menggiurkan.

“Rata-rata alih-fungsi lahan pertanian di Bali per tahun mencapai 400 hektar dari jumlah keseluruhan lahan pertanian tersisa sekitar 81 ribu hektar,” kata anggota DPD RI asal Provinsi Bali, I Kadek Arimbawa, di Jakarta, Minggu (29/11).

Untuk mengatasi memburuknya potret alih- fungsi lahan, Kadek meminta agar ada ketegasan dari pemerintah daerah Provinsi Bali.

"Salah satunya mempercepat proses penyelesaian peraturan daerah yang mengatur penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Bali," ujarnya.

Untuk mempercepat proses penyelesaian perda tersebut, Kadek juga mendorong Pemprov Bali memprioritaskan penyelesaian identifikasi dan pemetaan sawah yang mana saja di setiap kabupaten dan kota di Bali yang akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.

“Kalau identifikasi dan pemetaan lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan sudah selesai, pemprov hendaknya menyiapkan insentif bagi petani, pembebasan pajak bumi dan bangunan serta pemberian benih, pupuk secara gratis,” sarannya.

Penetapan lahan pertanian berkelanjutan ini, ujarnya, sangat penting dan strategis untuk menjaga produksi pangan di Pulau Bali.

“Dari sembilan kabupaten/kota di Bali, ada empat kabupaten yang cocok dijadikan prioritas penetapan lahan pertanian berkelenjutan yakni Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana dan Gianyar,” katanya.(fas/jpnn)


JAKARTA – Salah satu masalah serius yang dihadapi Provinsi Bali saat ini adalah tingginya laju alih-fungsi lahan pertanian produktif atau subak


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News