LESINDO: Hambat Demokrasi Substantif, Peraturan MK Harus Direvisi
jpnn.com - JAKARTA – Peneliti Lembaga Studi Indonesia (Lesindo) Frans Sinaga menilai Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, tak sejalan dengan perintah UU Pilkada.
Menurut Frans, publik perlu mempertanyakan terkait syarat penyelesaian sengketa hasil penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) 2015. Pasalnya, Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, bertentangan atau tidak berpedoman pada UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, misalnya pembatasan selisih suara yang ditangani MK.
“Peraturan dan tafsir MK ini justru menghambat upaya mewujudkan keadilan dan kebenaran sehingga bisa akan berimplikasi pula sulitnya mewujudkan demokrasi substantif. Yang ada hanya demokrasi prosedural,” tegas Frans Sinaga di Jakarta, Kamis (4/2).
Sebelumnya, Praktisi Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Benteng Harapan, Ardy Susanto dan Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, juga menyoroti terhadap Peraturan MK tersebut.
“Pengaturan batasan selisih suara untuk menangani sengketa Pilkada melalui Peraturan MK itu mereduksi UU Pilkada,” tegas Ardy Susanto.
Senada dengan Ardy Susanto, Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengkhawatirkan upaya para pencari keadilan khususnya bagi para pasangan calon dalam Pillada serentak 9 Desember lalu, yang merasa dirugikan atas hasil perolehan suara yang telah diumumkan. Upaya mencari keadilan, kata Uchok, sepertinya kandas di tengah jalan atau ditangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Uchok, MK menggunakan pembatasan syarat selisih suara bukan berpedoman kepada kewenangan diberikan oleh UU 8/2015, tapi lebih kepada penafsiran yang tertuang dalam Peraturan MK 5/2015 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
“Kalau MK tetap menerapkan Peraturan MK 5/2015, bukan berpedoman kepada UU 8/2015, maka MK tidak mewujudkan keadilan subtantif. Dan Bahwa MK harus mempertanggungjawabkan kepada publik atas tafsir yang membingungkan yang ternyata sama sekali tidak memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan,” tegas Uchok.
JAKARTA – Peneliti Lembaga Studi Indonesia (Lesindo) Frans Sinaga menilai Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Perubahan
- Pasukan TNI Tembak 2 Anggota OPM Pimpinan Egianus Kogoya
- Diplomasi Menjual Bahasa Indonesia Mendapat Momentum Menjelang Kunjungan Paus Fransiskus
- Biaya Fantastis Restorasi Rumah Dinas Gubernur Jakarta, Disebut karena Cagar Budaya
- Pro Kontra Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI, KPMI Justru Dukung, Ini Alasannya
- Besok, Usulan Perincian Kebutuhan PNS & PPPK 2024 Ditutup
- Senator Filep Dorong Stakeholder Awasi Realisasi Proyek Pembangunan di Papua Barat