Enam Poin Catatan Kritis Rencana Rasionalisasi PNS

Enam Poin Catatan Kritis Rencana Rasionalisasi PNS
PNS. Foto: ilustrasi.dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyoroti Rencana rasionalisasi jumlah PNS yang digagas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

Berikut poin-poin penting catatan Robert Endi Jaweng. 

Pertama, rasionalisasi hanyalah salah satu cara melakukan reformasi birokrasi. Artinya, pengurangan jumlah PNS bukanlah satu-satunya cara. 

Kedua, jumlah PNS Indonesia yang mencapai 4,517 juta orang, bukanlah jumlah yang gemuk, setidaknya dibandingnya dengan sejumlah negara tetangga. Rasio PNS Indonesia sekitar 1,7 persen dari jumlah penduduk. Singapura 2,5 persen, sedang Malaysia sekitar 3,7 persen.

Ketiga, yang menjadi problem PNS Indonesia, sebenarnya lebih ke masalah kompetensi dan efisiensi kerja. Jadi seolah-olah banyak jumlahnya karena banyak yang terlihat menganggur, tidak ada kerjaan.

Keempat, Yang perlu dilakukan saat ini bukanlah rasionalisasi PNS, tapi melakukan pendataan kompetensi, yang dikaitkan dengan ragam kebutuhan layanan publik. Dari hasil analisis itu, lantas dilakukan pembagian kerja sehingga tidak ada lagi PNS yang terlihat “menganggur”.

Kelima, langkah lain yang perlu dilakukan pemerintah dalam rangka reformasi birokrasi, adalah redistribusi PNS. Jangan sampai PNS menunpuk di satu unit kerja atau di suatu daerah saja, sementara unit kerja atau daerah lain kekurangan PNS, terutama di daerah-daerah otonom baru hasil pemekaran. 

Keenam, jumlah PNS di instansi-instansi pusat yang kelebihan. Instansi pusat, seperti kementerian-kementerian, terlalu banyak jabatan strukturalnya. Adanya jabatan eselon I, sudah tentu diikuti dengan eselon II, III, dan seterusnya. Jabatan-jabatan struktural itu yang banyak menyedot uang negara, gaji besar. Sementara, instansi pusat itu lebih mengurusi soal kebijakan dan monev (monitoring dan evaluasi). Mestinya yang perlu diperbanyak tenaga-tenaga ahli, pakar analisis kebijakan. (sam/jpnn)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News