PBB: Ahok Tak Paham Sejarah

PBB: Ahok Tak Paham Sejarah
Waketum DPP PBB M Syarifien Maloko (kiri) Ketua Harian Jamaluddin Karim (tengah) dan Ketua Majelis Syuro MS Kaban saat menggelar konferensi pers di kantor DPP PBB, Jakarta, Rabu (6/4). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Bulan Bintang (PBB) menyesalkan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama, yang menuding ada tokoh dari PBB yang ingin mengubah Pancasila. 

Menurut Ketua Harian DPP PBB Jamaluddin Karim, pernyataan yang dimuat di sejumlah media massa tersebut, sangat tidak berdasar. Bahkan gubernur yang akrab disapa Ahok dinilai tidak sedikit pun memahami sejarah perjuangan kemerdakaan bangsa dan negara.

"Pernyataan Ahok sama sekali tidak berdasar. Sedikit pun tidak memahami sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara. Kami sangat menyesalkan pernyataan itu," ujar Jamaluddin Karim saat menggelar konferensi pers di kantor DPP PBB, Rabu (6/4).

Menurut Jamaluddin, PBB merupakan partai politik yang berkiprah di Indonesia, dengan berazaskan Islam. PBB memperjuangkan hak-hak rakyat dan anggotanya secara sah dan konstitusional dalam wadah NKRI yang berlandaskan falsafah negara Pancasila. Karena itu tidak mungkin PBB ingin mengubah Pancasila.

"Pada saat pembahasan Amandemen UUD 1945 dalam kurun waktu 1999-2003, PBB tetap berpendirian Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar falsafah negara yaitu, Pancasila sebagai dasar falsafah negara, berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang sudah final dan tidak boleh dilakukan perubahan-perubahan," ujar Jamaluddin.

Meski begitu, Jamaluddin mengakui, pada saat pembahasan Amandemen UUD 1945 di MPR ketika itu, partainya memang mengusulkan adanya penyempurnaan. Di mana pasal 29 ayat 1 yang berbunyi 'Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa', disempurnakan sesuai sejarah. Hingga berbunyi 'Negara berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'. 

"Meskipun kami kecewa usulan tidak mendapat dukungan secara mayoritas, tetapi kami menerimanya dengan lapang dada demi NKRI dan menjunjung tinggi hasil musyawarah di MPR," ujarnya.

Sikap PBB tersebut kata Jamaluddin, sama seperti yang diperlihatkan tokoh-tokoh politik Islam dari Masyumi di awal-awal kemerdekaan. Di mana menerima Dekrit Presiden 5 Juli 1959.(gir/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News