Soal Kebijakan Impor, Gakopindo Keluhkan Akurasi Data BPS

Soal Kebijakan Impor, Gakopindo Keluhkan Akurasi Data BPS
BPS. Foto: Jawa Pos.Com

jpnn.com - JAKARTA – Data Badan Pusat Statistik selama ini sering digunakan pemerintah untuk mengambil kebijakan. Salah satunya menentukan impro produk pertanian. Namun, tak selamanya data BPS akurat.

"Misalnya ada panen raya kedelai di Aceh. Lalu kita datang ke Aceh. Estimasi dari BPS akan mendapatkan panen kedelai misalnya 1.000 atau 2.000 ton, tapi ternyata hasilnya hanya 20 ton," ujar Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Gakopindo) Aip Syarifuddin, Jumat (22/4).

Kondisi semacam itu, kata Aip, hampir terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Ia mencontohkan di Bantul, Grobogan, Sampang, Madura, Palembang, Lampung serta daerah lainnya yang menjadi sentra penghasi kedelai.

"Sudah beberapa daerah yang kami datangi, begitu juga teman-teman dari komisi (DPR). Hasilnya tidak sesuai dengan data yang disampaikan BPS atau Kementan," kata Aip.

Aip mengaku tak mengerti mengapa ada selisih antara data dan fakta yang ada di lapangan. Ia hanya diberitahu oleh pemerintah bahwa di daerah itu akan panen sekian ribu ton sehingga membuat pihaknya sering datang ke lokasi panen tersebut.

"Tapi fakta yang diberikan tidak benar. Soal mengapa hasilnya cuma segitu atau petani tidak menikmati, kami tidak tahu. Karena sebagai pembeli, kami hanya membeli barang yang ada," jelas dia.

Sementara itu, tahun lalu kebutuhan kedelai nasional tercatat sebanyak 1,5 juta ton. Ketersediaan lahan yang digunakan untuk menanam kedelai makin sempit membuat suplai kedelai menjadi sangat sulit sehingga menyebabkan harga sering kali mengalami fluktuasi.

Saat ini, harga kedelai per kilogram mencapai Rp 6.100. Harga tersebut turun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pada saat pembatasan impor kedelai dan jagung untuk pakan ternak pada pertengahan tahun lalu ternyata sempat membuat kenaikan harga kedelai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News