Dulunya Makmur, Kini Meraung Terbayang Kekelaman

Dulunya Makmur, Kini Meraung Terbayang Kekelaman
Tampak Bidan Endang Sumarmi (berkacamata/kanan) dan Bidan Rinda (kiri/pakai layer kuning) saat menuntut untuk diangkat sebagai pegawai negeri sipil, Rabu (4/5). FOTO: Mesya Mohamad/JPNN.com

jpnn.com - PADA era orde baru, para bidan desa menikmati kesejahteraan yang luar biasa. Itu menjadi salah satu alasan mereka tak tebersit di kepala mereka menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Namun, seiring pergantian era, niatan menjadi PNS pun kian menggebu. Apa pasal? Ternyata kesejahteraan bidan desa berkurang lantaran gempuran program layanan gratis yang dicanangkan pemerintah saat ini di era reformasi.

MESYA MOHAMAD, Jawa Pos National Network (JPNN.com)

WAJAH putih mulus bidan Endang Sumarmi bersemu merah. Meski wajah itu dilindungi jilbab dan topi merah, namun panas terik tak mampu dihadang. Di usinya yang ke-44 tahun, Endang masih terlihat cantik dan singset.

Guratan halus di wajahnya pun tidak kelihatan, kecuali kalau memperhatikan detil. Ada garis halus yang menunjukkan bidan cantik ini sudah berkepala empat.

Ya, Endang menghabiskan hari-harinya dengan mengabdi sebagai bidan di Desa Tengaran, Jombang, Jawa Timur. Begitu lulus Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK), Endang melanjutkan ke Pendidikan Program Bidan (P2B).

Saat itu, istri Arif Hidayat yang juga berprofes sebagai perawat, berusia 22 tahun. P2B adalah program andalan Presiden Soeharto kala itu dalam menekan angka kelahiran, angka kematian ibu dan bayi.

Program ini sukses hingga menghantarkan Indonesia sebagai negara yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk, AKI, dan AKB. Presiden Soeharto bahkan dinobatkan sebagai bapak Keluarga Berencana (KB).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News