Venezuela: Dulu Kaya, Sekarang Papa

Pusat Perbelanjaan Melompong, Kelaparan di mana-mana

Venezuela: Dulu Kaya, Sekarang Papa
Antrean sembako di Ibu Kota Venezuela Caracas. Foto: AFP

jpnn.com - PERNAH menjadi negara kaya yang berlimpah sandang dan pangan, Venezuela kini tak ubahnya republik gagal. Kelaparan yang berbanding lurus dengan kriminalitas meningkat tajam. 

Anjloknya harga minyak membuat negara yang dipimpin Presiden Nicolas Maduro itu tidak berdaya. Selama ini Venezuela menggantungkan perekonomian pada ekspor minyak. Sebanyak 95 persen pendapatan mereka berasal dari komoditas emas hitam yang melimpah di sana. Begitu minyak tak lagi bisa diandalkan, Venezuela pun kolaps. 

Seperti harga minyak yang terjun bebas, pendapatan Venezuela pun turun drastis. Akibatnya, barang-barang kebutuhan pokok yang selama ini diperoleh lewat impor tidak lagi terbeli. Pusat perbelanjaan pun melompong. Kelaparan di mana-mana.

Saat beredar kabar adanya bahan pangan yang berhasil didatangkan pemerintah, warga pun memadati pusat perbelanjaan. Antrean yang mengular begitu panjang langsung terbentuk, bahkan sebelum toko buka. Fenomena itu pun sering berujung kekecewaan karena kabar tersebut hanya rumor belaka. 

Misalnya, yang terjadi Jumat (20/5) waktu setempat di Kota Guarenas, pinggiran ibu kota Caracas. Rumornya, akan ada dua truk boks yang memasok daging ayam di supermarket Central Madeirense. Sejak pagi buta, warga mengantre. ’’Sudah lebih dari sebulan keluarga saya tidak mengonsumsi daging ayam. Jadi, saya rela antre sejak pukul 04.00 tadi,’’ ungkap Kattya Alonzo, seorang warga.

Tepat pukul 07.30 waktu setempat, dua truk boks berpendingin tiba di depan toko. Demi melihat antrean superpanjang yang didominasi perempuan itu, personel garda nasional yang memang ditugaskan menjaga supermarket tidak mau ambil risiko. Mereka menyuruh sopir dua truk boks tersebut melaju terus. Akibatnya, daging ayam batal mampir supermarket. Warga yang antre sejak pagi buta pun gagal membeli bahan pangan tersebut.

Fenomena serupa juga muncul di kota-kota lain di Venezuela. Tidak heran jika antrean warga yang semula berjejer rapi dalam damai karena sama-sama berharap bisa mengonsumsi makanan enak tersebut berubah menjadi kerumunan individu yang semuanya marah. Kemarahan yang bersumber dari kekecewaan itulah yang sering membuahkan kekerasan. Bentrokan pun tak bisa dihindarkan. 

The Economist menuliskan, krisis yang dihadapi Maduro sekarang ini akan tetap terjadi, meski yang memimpin Venezuela bukan tokoh 53 tahun tersebut. Sebab, anjloknya harga minyak tidak hanya memukul Venezuela, tapi juga negara-negara lain yang terlalu bergantung pada minyak. Contohnya, Arab Saudi. 

PERNAH menjadi negara kaya yang berlimpah sandang dan pangan, Venezuela kini tak ubahnya republik gagal. Kelaparan yang berbanding lurus dengan kriminalitas

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News