Ternyata.. Radio Bung Tomo Pindah-Pindah Tempat

Ternyata.. Radio Bung Tomo Pindah-Pindah Tempat
Rumah Radio Bung Tomo sebelum dirobohkan. Foto: pojokpitu/dok.JPNN

jpnn.com - SURABAYA - Kasus perobohan Rumah Radio Bung Tomo di Jalan Mawar 10 masih menuai kontroversi di Kota Pahlawan hingga saat ini. Sebab, terdapat perbedaan alamat yang disebutkan dua referensi. Pada buku Sejarah Indonesia VI disebutkan bahwa Bung Tomo menyiarkan radio di Jalan Mawar Nomor 4.

Sementara itu, buku Pertempuran 10 November menyebut Jalan Mawar Nomor 10. Penulis buku Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe, Dukut Imam Widodo, ikut angkat bicara. Dia menjelaskan bahwa dua alamat itu benar. Sebab, dalam membakar semangat juang lewat radio, Bung Tomo selalu berpindah-pindah.

 ''Saya katakan keduanya benar. Sebab, dahulu Bung Tomo membawa radio portable,'' kata pria yang juga penulis buku Soerabaia In The Olden Days itu.

Dukut menyatakan, Bung Tomo selalu berpindah agar radionya tidak bisa dilacak. Tercatat, Bung Tomo pernah menyiarkan radio di Jalan Nias, Bangil, Mojokerto, hingga Malang.

 ''Ketika Oktober 1945 sekutu masuk ke Surabaya, Bung Tomo sudah berteriak-teriak lewat radio. Nah, agar tidak diketahui sekutu, dia sembunyi-sembunyi,'' lanjut pria yang banyak mendapat penghargaan sastra itu.

Tempat persembunyiannya bisa berada di Jalan Mawar Nomor 4 dan 10. Namun, ruangan mana yang dipakai Bung Tomo untuk meyiarkan radionya belum diketahui hingga kini.

Jalan Mawar No 4 kini ditempati Jayanata Beauty Plaza. Pada 1990 pihak Jayanata membangun gedung tiga lantai. Namun, saat itu tidak ada gedung yang berdiri. Hanya tanah lapang.

Adapun bangunan Jalan Mawar Nomor 10 juga dibeli Jayanata dari putri almarhum Aminhadi, Tjintariani. Bangunan itu kemudian dirobohkan untuk dibangun kembali pada Februari lalu.

Langkah itu mengundang kontroversi. Mengingat, bangunan itu sudah dilabeli BCB tipe B. Label tersebut berdasar SK Wali Kota Suabaya No 188.45 Tahun 1998.

Nasi sudah menjadi bubur. Menurut Dukut, membangun kembali rumah sesuai dengan wujud aslinya bukan langkah tepat. Sebab, setelah rumah itu berdiri, nilai sejarahnya sudah hilang.

''Rohnya tidak ada. Nanti kalau dibangun lagi buat apa. Masak dibuat kos-kosan,'' kata Dukut, lalu tertawa kecil.

Menurut dia, pemkot tidak harus membangun kembali rumah itu. Namun lebih baik dibuatkan relief perjuangan Bung Tomo atau patung pahlawan yang terlibat pada peristiwa 10 November. ''Buatkan tetenger, relief, atau patung di sana. Itu lebih mengena,'' lanjut Dukut. (sal/c15/fat/flo/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News