Pak Jokowi, Teruslah Halau Upaya China Rebut Natuna

Pak Jokowi, Teruslah Halau Upaya China Rebut Natuna
Pemerhati maritim Chriswanto Santoso (kiri) dan Ketua Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Prasetyo Sunaryo dalam diskusi bertema Krisis Laut Tiongkok Selatan dan Masa Depan Maritim Indonesia di Jakarta, Minggu (26/6). Foto: Ayatollah Antoni/JPNN.Vom

jpnn.com - JAKARTA - Langkah tegas Presiden Joko Widodo  dalam menyikapi klaim Tiongkok atas perairan Natuna di Laut China Selatan terus mendapat apresiasi dari berbagai kalangan di dalam negeri. Pasalnya, Jokowi -sapaan sang presiden- telah bertindak tepat dalam menjaga Indonesia sebagai negara kepulauan dengan mempertahankan kedaulatan maritimnya.

Pendapat itu mengemuka dalam diskusi  bertema Krisis Laut Tiongkok Selatan dan Masa Depan Maritim Indonesia yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Jakarta, Minggu (26/6) petang. Menurut pemerhati maritim yang juga ketua LDII, Chriswanto Santoso, pemerintah Indonesia memang harus konsisten menjalankan kebijakan poros maritim.

“Justru itu (langkah Jokowi menyikapi klaim Tiongkok atas Natuna, red) untuk memperkuat poros maritim. Karena rejeki kita memang di situ,” kata pakar perkapalan yang pernah mengabdi di PT PAL itu.

Seperti diketahui, hubungan Indonesia dengan Tiongkok sedikit memanas karena persoalan di Natuna. Armada TNI AL dan Kementerian Kelautan Perikanan terus menyikat kapal-kapal nelayan Tiongkok yang mencuri ikan di Perairan Natuna. Tiongkok pun melayangkan protes dengan mengklaim bahwa nelayan tradisionalnya biasa melaut di Perairan Natuna. Beberapa armada tempur Tiongkok bahkan mendekati Perairan Natuna.

Namun, Indonesia tak kalah tegas. Presiden Jokowi secara terang-terangan malah menggelar rapat di atas kapal perang milik TNI AL di perairan natuna.

Sedangkan pembicara lainnya, Prof Dr Singgih Tri Sulistiyono dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mengatakan, Tiongkok sebenarnya tak punya dasar menyodorkan klaim atas Laut China Selatan. Terlebih, negeri komunis itu sebenarnya bisa dibilang pemain baru di sektor maritim.

Guru besar Fakultas Ilmu Budaya Undip itu bahkan menyebut Tiongkok mengekor Indonesia di sektor maritim. “Sebelum Tiongkok mengirim ekspedisi lautnya, armada Majapahit sudah menguasai wilayah Malaysia dan Singapura,” tuturnya.

Singgih juga mengatakan, pemerintah Tiongkok saat ini tak bisa mendasarkan klaimnya pada alasan bahwa nelayan tradisional dari negeri pimpinan Xi Jinping itu biasa melaut di Perairan Natuna. Sebab, posisi Indonesia sebagai negara kepulauan jelas lebih kuat secara hukum internasional karena pendapat pengakuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News