Erdogan Ogah Turuti Uni Eropa, 7 Ribu Orang Terancam Hukuman Mati

Erdogan Ogah Turuti Uni Eropa, 7 Ribu Orang Terancam Hukuman Mati
Terduga pelaku upaya kudeta di lokasi penahanan masal, Ankara, Turki. Foto: CNN

jpnn.com - ISTANBUL - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tak menghiraukan peringatan Uni Eropa terkait pemberlakuan kembali hukuman mati. Menurutnya, hukuman mati adalah sanksi yang tepat bagi para pelaku upaya kudeta yang menguncang Turki akhir pekan lalu.

"Pengkhianatan yang terjadi di sini sangat terang benderang," ujar Erdogan dalam wawancara eksklusif dengan CNN di Istana Presiden, Istanbul, Senin (18/7) malam waktu setempat. 

Turki menghapus hukuman mati pada tahun 2004 lalu demi memenuhi prasyarat menjadi anggota Uni Eropa. Namun, sampai sekarang status anggota yang diidam-idamkan itu belum juga didapat.

Erdogan mengatakan, untuk menerapkan kembali hukuman mati diperlukan perubahan konstitusi yang disetujui oleh parlemen. Karena itu dia berharap faksi-faksi legislatif dapat segera berkumpul untuk mengambil keputusan.

"Jika mereka (parlemen) bersedia membicarakannya, maka saya sebagai presiden pasti akan menyetujui apapun yang diputuskan parlemen nanti," tutur mantan perdana menteri Turki itu.

Lebih lanjut Erdogan mengklaim bahwa pemberlakuan kembali hukuman mati adalah aspirasi rakyat. "Kenapa saya harus menahan dan memberi makan mereka (pelaku kudeta) di penjara selama bertahun-tahun. Itu yang disuarakan masyarakat, mereka ingin penyelesaian yang cepat," ucap dia.

Menurut Erdogan, upaya kudeta benar-benar membangkitkan kemarahan rakyat. Pasalnya, banyak warga sipil yang menjadi korban.

"Warga kehilangan keluarga, tetangga, anak. Mereka menderita, maka menjadi sangat sensitif. Kami (pemerintah) pun harus bertindak bijak dan sensitif juga," pungkasnya.

ISTANBUL - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tak menghiraukan peringatan Uni Eropa terkait pemberlakuan kembali hukuman mati. Menurutnya,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News