UU Sudah Mewadahi Kewenangan TNI Berantas Teroris, Jadi....

UU Sudah Mewadahi Kewenangan TNI Berantas Teroris, Jadi....
Anggota Komisi I DPR Charles Honoris. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menilai Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sudah mengatur kewenangan tentara dalam membantu kepolisian memberantas terorisme. Karenanya politikus PDI Perjuangan itu berpendapat, kewenangan TNI dalam memberantas teror tak perlu dimasukkan dalam revisi UU Antiterorisme.

Charles mengatakan, kedua UU itu merupakan buah dari reformasi agar TNI tidak memerangi rakyatnya sendiri. Selain itu, terdapat undang-undang juga sudah mengatur operasi militer selain perang (OMSP) yang bisa dilakukan TNI.

Soal matinya pentolan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso akibat ditembak raider Kostrad, Charles menyebut hal itu merupakan buah dari operasi gabungan TNI dan Polri. Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, kekompakan TNI-Polri dalam memburu Santoso justru menunjukkan tidak adanya persoalan pada undang-undang yang saat ini berlaku.

"Keberhasilan prajurit TNI yang berhasil menembak mati pimpinan MIT Santoso dalam operasi gabungan TNI-Polri menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada persoalan atau masalah dalam UU yang ada sekarang. UU yang ada sudah bisa mengakomodasi kerja sama dan koordinasi yang baik antara TNI dan Polri dalam hal pemberantasan terorisme," kata Charles saat dihubungi, Jumat (22/7).

Charles menjelaskan, pelibatan militer dalam OMSP termasuk mengatasi terorisme sifatnya hanya perbantuan sementara dan didasarkan pada keputusan politik negara. Ia justru sangat berharap pelibatan TNI dalam pemberantasan teror merupakan pilihan terakhir setelah institusi sipil tidak mampu lagi mengatasinya.

Charles menambahkan, Indonesia menganut model penegakan hukum dalam penanganan kasus-kasus terorisme. Maka, peran dan keterlibatan TNI harus sesuai permintaan dan kebutuhan dari penegak hukum dan disahkan melalui keputusan presiden.

Karenanya pula Charles mengatakan, kewenangan TNI dalam pemberantasan teroris tidak perlu dimasukkan dalam revisi UU Antiterorisme. Pasalnya, jangan sampai nanti justru menimbulkan persoalan baru dalam penegakan hukum, khususnya pada pemberantasan terorisme.

"Jangan sampai malah terjadi tumpang tindih kebijakan dan UU yang justru memunculkan potensi semakin sulitnya koordinasi yang dilakukan oleh berbagai institusi. Bahkan, jangan sampai mengancam penegakan dan marwah UU itu sendiri,” katanya.(fat/jpnn)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News