Sekolah Swasta Ogah Full Day School

Sekolah Swasta Ogah Full Day School
Sekolah dasar. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - SURABAYA - Sejumlah sekolah swasta di Surabaya menolak tegas program full day school yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.

Alasannya, mereka kerepotan memenuhi fasilitas bila harus menerapkan kebijakan tersebut. Aspirasi para guru tersebut tergambar dalam rapat kerja (raker) untuk kepala SD swasta se-Surabaya yang diselenggarakan dispendik di convention hall Jalan Arif Rahman Hakim.

Di sela-sela itu, Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan memberikan pengarahan terkait full day school. Lalu, dispendik memberikan penawaran tersebut ke sekolah. Hanya, respons penolakan terkait penerapan full day school lebih banyak jika dibandingkan dengan yang menerimanya.

Kepala MI Al Iklhas Dwi Retno Budining Rahayu terang-terangan keberatan dengan adanya rencana penerapan sistem full day school itu. Salah satu alasannya adalah minimnya jumlah guru di sekolah. "Itu kan sampai sore. Ada beberapa program tambahan. Tidak mungkin dengan guru yang sama dari pagi sampai sore," ungkap Retno.

Ada juga fasilitas yang harus disiapkan sekolah sebagai penunjang full day school. Fasilitas itu bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan siswa di sekolah. Misalnya, tambahan AC di kelas dan penyediaan makan siang untuk siswa.

Untuk sekolah menengah ke atas, mungkin hal tersebut tidak jadi masalah. Namun, beda lagi yang dirasakan sekolah yang memiliki sebagian besar siswa dari keluarga menengah ke bawah, seperti MI Al Ikhlas.

Retno -panggilan Dwi Retno Budining Rahayu- melanjutkan bahwa konsep full day school sebenarnya sudah diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari. Di MI Al Iklhas selain Kurikulum 2013 (K-13), diterapkan tambahan pelajaran agama.

"Ada lima jenis pelajaran agama yang kami sisipkan di pembelajaran," jelasnya.

Sehari-hari siswa MI Al Ikhlas berada di sekolah rata-rata enam jam, pukul 07.00-13.00. Siswa full day school rata-rata menjalani sekolah hingga pukul 15.00. Namun, Sabtu-Minggu libur. Pada sistem normal, siswa hanya libur Minggu.

"Kalau dihitung-hitung, ya hampir sama. Sisipan program nonformal dalam pembelajaran juga sudah kami lakukan," terangnya.

Meski begitu, Retno berencana mengadakan pertemuan dengan pihak wali murid. Nanti sekolah menampung aspirasi dari wali murid terkait adanya sistem full day school.

"Karena apa-apa ya dikembalikan ke wali murid. Kami juga akan mengadakan koordinasi dulu dengan guru dan siswa," papar Retno.

SD Muhammadiyah 19 juga mengaku kurang setuju dengan pemberlakuan sistem full day school.  Kepala SD Muhammadiyah 19 Eny Kurniawati mengatakan, sekolah yang terletak di gang sempit Ampel Kesumba No 14 itu belum memiliki fasilitas yang layak untuk menyelenggarakan sistem pembelajaran full day.

Eny menjelaskan, saat ini di SD Muhammadiyah 19 jumlah ruang kelas yang tersedia hanya lima kelas. Tiga ruang digunakan untuk ruang kelas, sedangkan dua ruang lagi digunakan untuk ruang perpustakaan dan laboratorium komputer.

"Jika nanti mau dibuat full day, kelas IV, V, dan VI mau ditaruh mana?" terangnya.

Masalah kedua, Eny mempertanyakan kebutuhan siswa selama di sekolah. Khususnya makan siang siswa. Apakah hal tersebut menjadi kewajiban sekolah untuk menyediakan atau siswa boleh membawa secara mandiri.

SURABAYA - Sejumlah sekolah swasta di Surabaya menolak tegas program full day school yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News