Belum Temukan Cara, Pemangkasan Harga Gas Industri Tertunda

Belum Temukan Cara, Pemangkasan Harga Gas Industri Tertunda
Ilustrasi. Foto: Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA – Penurunan harga gas industri tertunda. Alasannya, Kementerian ESDM dan sejumlah kementerian lain masih membicarakan cara memangkas harga.

Sebelumnya, pemerintah berjanji menetapkan harga gas industri maksimal USD 6 per MMBTU harus tertunda. Meski Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 sudah terbit, harga baru belum berlaku.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengakui harga gas di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan dengan Singapura dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Ada dua penyebabnya. Pertama, biaya investasi di sektor migas domestik sangat tinggi. Djoko mencontohkan, cadangan gas di Blok Natuna berlimpah, tetapi operator harus menanggung biaya tinggi untuk memisahkan gas alam dari karbondioksida.

’’Itu butuh banyak peralatan dan teknologi,’’ katanya. Untuk proyek yang existing, gas hulu tidak selalu mengalir dalam keadaan bersih. Butuh alat untuk memisahkan karbondioksida dan hidrogen sulfida (H2S).

Penyebab kedua, rantai distribusi gas di Indonesia sangat panjang. Hal tersebut membuat harga gas alam cair asal Papua Barat yang harganya USD 4 per MMBTU menjadi USD 13 per MMBTU ketika dipasarkan di Sumatera Utara.

Gas itu perlu dibawa dari kilang di Papua ke terminal gas di Lhokseumawe. Dari Aceh, gas baru disalurkan melalui pipa ke Sumatera Utara. Untuk menurunkan harga gas, pemerintah berupaya memangkas ongkos produksi di hulu dengan mengurangi pajak.

Selain itu, skema bagi hasil migas dibuat lebih menarik sehingga investasi eksplorasi migas semakin besar. ’’Terakhir, kami beri insentif supaya harganya bisa turun,’’ ujar Djoko.

JAKARTA – Penurunan harga gas industri tertunda. Alasannya, Kementerian ESDM dan sejumlah kementerian lain masih membicarakan cara memangkas

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News