Pengusaha Batam Resah dan Merasa Dirampok

Pengusaha Batam Resah dan Merasa Dirampok
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya. foto: dokumen JPNN

jpnn.com - BATAM - Penerbitan Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengusahaan (BP) Batam Nomor 19/2016 yang mengatur detail tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) ternyata tak lantas membuat pengusaha dan warga Batam tenang. Sebaliknya, Perka tersebut justru semakin meresahkan.

Para pengusaha di Batam meniliai, tarif baru UWTO yang diatur dalam Perka dan mengacu pada PMK 148/2016 tersebut masih terlalu tinggi dan memberatkan. Terutama tarif perpanjangan UWTO untuk 20 tahun ke depan.

"Kami merasa sangat tidak masuk akal. Seolah kami tiba-tiba dirampok. Padahal kami sudah susah payah membangun Batam puluhan tahun," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, seperti diberitakan Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.

Cahya menyebut, dalam Perka tersebut BP Batam di antaranya menetapkan tarif perpanjangan UWTO yang sangat tinggi. Bahkan kenaikannya mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan tarif alokasi lahan pada tarif yang lama.

Menurut Cahya, tarif ini sangat mengagetkan. Bukan hanya bagi pengusaha, tetapi juga bagi masyarakat umum. Karena mereka juga harus memperpanjang UWTO untuk lahan yang mereka tempati dengan tarif 10 kali lipat lebih mahal dari tarif sebelumnya.

"Apakah ini tidak sama dengan kami dirampok?" ujar bos Arsikon Group ini dengan nada gusar.

Ia juga mempertanyakan apa kebijakan BP Batam jika nantinya ada warga yang tidak sanggup memperpanjang UWTO untuk rumah dan lahan yang mereka tempati. Dia khawatir, nantinya rumah atau lahan yang tidak melakukan perpanjangan UWTO akan dianggap rumah ilegal dan bisa digusur sewaktu-waktu.

"Apakah itu kehendak pimpinan baru BP Batam?" tanyanya lagi.

BATAM - Penerbitan Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengusahaan (BP) Batam Nomor 19/2016 yang mengatur detail tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News