Peran Perempuan di Politik Baru Sebatas Demokrasi Prosedural

Peran Perempuan di Politik Baru Sebatas Demokrasi Prosedural
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Angraini. Foto JPNN.com

jpnn.com - JPNN.com JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Angraini mengatakan, perjuangan perempuan untuk mendapatkan kuota 30 persen sejak Pemilu 1999 di kepengurusan partai politik memang sudah berhasil. 

Namun dalam praktiknya, peran perempuan di kancah perpolitikan dalam perkembangannya masih sebatas prosedural belum mencapai yang substantif.

“Riset Perludem menunjukkan terjadi pencomotan calon-calon perempuan oleh partai politik sekadar formalitas, bukan lewat kaderisasi yang baik,” kata Titi dalam diskusi serial Pojok Tanah Abang Solidarity Lecture ke-2, pada Rabu (30/11) di basecamp DPP PSI Jakarta Pusat.

Titi menengarai, terjadinya demokrasi prosedural bagi peran perempuan karena politik, tidak ada pengkaderan yagn baik. Kata dia, perempuan dibiarkan berkompetisi tanpa ada intervensi maupun asistensi. 

“Selain belum lepas dari patriarki, ada pula keterputusan antara gerakan perempuan dengan legislator perempuan, tidak lagi dikawal dalam formulasi kebijakan politik,” katanya. 

Salah satu contohnya adalah di Pilkada Bone Bolango. Calon perempuan dari jalur perseorangan mengundurkan diri karena tidak mendapat izin dari suami. “Ini contoh menyedihkan," lanjut Titi.

Pegiat International Foundation for Electoral System (IFES), Lanny Octavia mengatakan, kondisi demokrasi prosedural diperparah dengan bias gender yang masih sangat kental.

“Memangnya legislator laki-laki juga tidak korup,” tegas Lanny.

JPNN.com JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Angraini mengatakan, perjuangan perempuan untuk mendapatkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News