Isu PKI, Ambil Apinya Jangan Abunya

Oleh Dr. Ahmad Basarah

Isu PKI, Ambil Apinya Jangan Abunya
Ahmad Basarah. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - Pemberontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI) menurut istilah Jenderal Soeharto, atau Gerakan 1 Oktober 1965 (Gestok) menurut istilah Presiden Soekarno merupakan salah satu peristiwa politik paling dramatis dan kelam bagi perjalanan bangsa Indonesia. Dramaturgi tersebut dimulai dengan skenario gerakan politik pembunuhan para perwira tinggi TNI pada waktu itu dan menimbulkan turbulensi politik dari berbagai lapisan masyarakat.

Pemberontakan politik dan bersenjata itu pun akhirnya memakan korban dengan digulingkannya Presiden Soekarno dari jabatan presiden dan diikuri pelaksanaan proyek desoekarnoisasi.

Penulis Dan Brown dalam novel The Da Vinci Code menulis istilah history is always written by the winners, sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Gestok 1965 telah menjadi peristiwa kelam bagi bangsa Indonesia karena sejak saat itu narasi politik tentang bagaimana sesungguhnya latar belakang dan peristiwa terjadinya pemberontakan tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965 tidak dapat diketahui dengan jernih dan obyektif oleh bangsa Indonesia.

Penulisan dan kesimpulan peristiwa tersebut kemudian hanya menjadi monopoli kekuasaan Orde Baru sebagai Sang Pemenang. Narasi tunggal sejarah bangsa Indonesia tentang peristiwa tahun 1965 oleh versi pemenang tersebut kemudian ditulis menjadi narasi resmi atas nama negara mulai dari penulisan buku-buku sejarah hingga pembuatan film Pemberontakan G-30S/PKI sejak tahun 1984.

Sejak saat itu, setiap orang atau kelompok dan organisasi yang ingin mengetahui apalagi meluruskan tentang bagaimana sesungguhnya peristiwa itu terjadi dan siapa saja pihak yang terlibat dalam peristiwa G-30S/PKI atau Gestok tersebut akan dikenakan stigma sebagai PKI, komunis atau Pendukung PKI. Tidak jarang bagi tokoh-tokoh yang mencoba membahas apalagi berusaha meluruskan objektifitas peristiwa 1965 tersebut berakhir dengan nasib yang tragis.

Saat ini, rezim Orde Baru sebagai sang pemenang peristiwa pemberontakan politik tahun 1965 tersebut telah ditumbangkan rakyat melalui gerakan reformasi tahun 1998 dengan epilog ditetapkannya mantan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Orde Baru sebagai Tersangka Korupsi melalui TAP MPR Nomor XI/MPR/1998. Haruskah sejarah kelam bangsa Indonesia tahun 1965 itu mau terus kita propagandanya menurut versi rezim yang korup dan sudah tidak berlaku lagi?

Bung Karno Korban Pemberontakan G 30 S/PKI

Kalau kita lihat sisi sejarah yang lain di luar narasi versi Orde Baru, maka kita dapat melihat pandangan dan sikap Presiden Soekarno pada waktu itu. Menurut Presiden Soekarno dalam suratnya kepada Pimpinan MPRS RI tanggal 10 Januari 1967 yang dikenal dengan Pidato Pelengkap Nakwaksara, peristiwa G 30 S (Bung Karno menyebutnya Gestok karena peristiwa pembunuhan para jenderal dan perwira TNI terjadi pada 1 Oktober 1965 dini hari) adalah suatu complete overrompeling atau penyerbuan yang lengkap/sempurna bagi dirinya.

Sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Sampai Bung Karno meninggal dunia pada 21 Juni 1970, tidak pernah ada proses peradilan apa pun atas Proklamator RI itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News