18 Juta Warga Yaman Kelaparan, Obat-obatan Pun tak Ada

18 Juta Warga Yaman Kelaparan, Obat-obatan Pun tak Ada
Kamp penampungan korban perang di Provinsi Hajjah, Yaman. Foto: The New YorkTimes

jpnn.com, SANAA - Perang, perebutan kekuasaan, dan blokade membuat pemerintahan di Yaman lumpuh. Harga bahan pangan dan obat-obatan meroket. Tak mampu menjangkau, kini penduduk yang sakit beralih ke pengobatan herbal.

Mohammed Saif pasrah. Pria 40 tahun itu menderita iritasi di usus besarnya. Selama ini dia menjalani pengobatan di rumah sakit dan diberi antikolinergik. Tapi, semakin lama biaya perawatan ke dokter dan obat-obatan kian mahal.

Tak mampu membayar, tahun lalu dia akhirnya beralih ke pengobatan herbal. Dokter sudah memperingatkan bahwa pengobatan tersebut tidak efektif untuk menyembuhkan penyakitnya, pun tidak aman. Namun, Saif tak punya pilihan lain.

’’Saya tidak mampu membayar biaya dokter dan tidak ada seorang pun yang membantu biaya berobat saya,’’ terangnya sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Saif adalah pencari nafkah tunggal di keluarganya. Dia harus membiayai empat orang lainnya. Selama setahun mengonsumsi obat herbal, dia merasa baik-baik saja meski penyakitnya tak sembuh sepenuhnya.

Saif bukan satu-satunya penduduk Yaman yang beralih ke pengobatan tradisional. Sejak perang berkecamuk di negara itu pada Maret 2015, perekonomian penduduk terpuruk.

Bom yang dijatuhkan pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi meluluhlantakkan negara tersebut. Serangan balik dari pemberontak Houthi juga tak kalah brutalnya. Setidaknya nyawa 10 ribu penduduk sipil terenggut.

’’Mereka yang selamat biasanya mendapatkan luka fisik dan psikologis seumur hidupnya,’’ ujar Meritxell Relano, perwakilan UNICEF di Yaman.

Perang, perebutan kekuasaan, dan blokade membuat pemerintahan di Yaman lumpuh. Harga bahan pangan dan obat-obatan meroket.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News