2 Catatan Penting Pakar Beton terkait Runtuhnya Atap RSAL

2 Catatan Penting Pakar Beton terkait Runtuhnya Atap RSAL
Atap ruang inap pavilliun 7 RSAL dr Ramelan Surabaya runtuh, Minggu (18/3/2018). FOTO: Dipta Wahyu/Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Tragedi runtuhnya atap bangunan Ruang Saraf Paviliun VII RSAL dr Ramelan Surabaya, Minggu (18/3), mendapat tanggapan Wakil Ketua Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mudji Irawan.

’’Gini lagi, gini lagi,’’ ujar Mudji Irawan setelah mendengar kabar runtuhnya atap gedung di RSAL dr Ramelan.

Menurut dia, penggunaan baja ringan galvalum hanya cocok untuk rumah. Bangunan rumah sakit, sekolah, dan perkantoran tidak disarankan memakai baja ringan.

Keamanan bangunan-bangunan tersebut harus lebih tinggi karena dihuni banyak orang. Apalagi rumah sakit.

Mudji menyatakan, konstruksi rumah sakit sejak awal harus didesain tahan badai, gempa, atau bencana apa pun.

Baja ringan tidak akan mampu menahan beban berat badan bangunan yang memiliki bentang panjang.

Ada dua hal penting dalam catatannya tentang kasus robohnya konstruksi galvalum. Pertama, tenaga yang memasang baja ringan tidak terampil. Kedua, baja ringan terlalu tipis.

Mudji mengatakan, banyak orang yang beranggapan bahwa pemasangan galvalum gampang dan cepat. Siapa pun yang melihat pasti merasa bisa. Tinggal dirangkai dan disatukan dengan paku keling atau baut sudah jadi.

Begitu mendengar atap gedung di RSAL dr Ramelan runtuh, Mudji Irawan langsung bilang: gini lagi, gini lagi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News