7 Alasan Mengapa Kartu Prakerja Koruptif

Oleh: Anton Doni Dihen

7 Alasan Mengapa Kartu Prakerja Koruptif
Ketua Kelompok Studi Aquinas & Ketua Presidium PP PMKRI 1994-1996. Foto: Dokpri for JPNN.com

Anggaran Rp 5,6 triliun lebih tepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dengan urgensi tinggi seperti sembako dan uang tunai bagi tambahan 3 juta orang selama 3 bulan, daripada digunakan untuk pelatihan tidak relevan dan tidak urgen yang berujung pada dampak memperkaya 10 vendor pelatihan.

Keempat, pelatihan kerja mempunyai rujukan regulasi, prinsip-prinsip dan sistem pengelolaannya (sistem pelatihan kerja nasional) yang ditujukan untuk mengendalikan agar pelatihan tidak bersifat instan, dilakukan dengan basis struktur kompetensi yang jelas (mencakup dimensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap), dan dengan keterhubungan yang jelas dengan kebutuhan dunia kerja.

Insentif dan subsidi yang diberikan oleh Pemerintah dengan menggunakan anggaran Negara sebaiknya tunduk pada sistem yang dibangun oleh Pemerintah sendiri, yakni ketika seseorang diakui kompetensinya melalui sertifikasi oleh lembaga yang berwenang.

Pelatihan dan mekanisme kelulusan yang abal-abal, dan dilakukan oleh lembaga pelatihan sendiri, sebagaimana yang ada dalam skema pelatihan kartu pra kerja, tidak sejalan dengan prinsip sistem pelatihan kerja nasional, dan tidak pantas mendapat insentif dan subsidi Pemerintah. Sekalipun praktek-praktek dalam sistem pelatihan kerja nasional aktual juga berkemungkinan banyak abal-abalnya, skema pelatihan dalam kartu pra kerja tidak perlu menambah fakta keabal-abalan yang sudah ada.

Kelima, di dalam sistem pelatihan kerja nasional aktual, banyak lembaga pelatihan kerja aktual yang terakreditasi dan selama ini berperan aktif dalam kerja pelatihan, baik yang terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja maupun yang terdaftar di Kementerian Pendidikan melalui pendidikan luar sekolahnya.

Lembaga-lembaga pelatihan kerja tersebut, dengan program-programnya, menjawab kebutuhan ketrampilan dan kompetensi di lapangan, baik kebutuhan dunia kerja formal maupun kebutuhan dunia kerja informal. Oleh karena itu, penghargaan yang hanya diberikan kepada lembaga pelatihan kerja tertentu dalam skema pelatihan kartu pra kerja, merupakan kebijakan yang diskriminatif, apalagi program-program pelatihan tersebut mempunyai dasar urgensi dan prioritas yang lemah dalam kaitan dengan kebutuhan nasional.

Keenam, selain diskriminasi koruptif dalam kaitan dengan penentuan semena-mena lembaga pelatihan dan program-program pelatihan, penentuan harga pokok pelatihan juga memperlihatkan praktik koruptif yang terang benderang.

Praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah mempunyai prinsip-prinsip dan pedoman yang jelas dalam penentuan harga pokok pengadaan, yang mengacu pada harga pasar yang ada. Maka di tengah banyak penawaran program pelatihan dengan harga murah bahkan gratis, lalu Pemerintah memberikan kemewahan bagi sekelompok vendor dengan harga pokok seenaknya, ini jelas merupakan bentuk korupsi kebijakan yang terang benderang.

Kartu Prakerja adalah kartu yang dijanjikan Jokowi pada musim kampanye Pilpres 2019 – 2024. Ketika dijanjikan, bentuk kartu tersebut masih belum jelas. Apalagi sedianya kartu tersebut dipakai untuk menjawab persoalan pengangguran.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News