AILA: Hari Kasih Sayang Tak Mencerminkan Pancasila dan Islam

AILA: Hari Kasih Sayang Tak Mencerminkan Pancasila dan Islam
Valentine’ Day: Dua remaja sedang memilih hadiah yang cocok untuk orang yang disayangi, di Atrium Mantos 1, Manado, Senin (13/2). Foto: Reza Mangantar/ Manado Post/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Setiap tanggal 14 Februari, atau menjelangnya, selalu muncul orang-orang yang menentang perayaan Valentine dengan alasan bukan budaya Indonesia. 

Salah satunya adalah Ketua Komunitas Sahabat Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Suci Susanti. Dia mengimbau masyarakat Indonesia tidak merayakan Valentine.

Menurutnya, sesuai sejarah Valentine sangat jauh dari norma-norma yang ditanam bangsa Indonesia. Budaya valentine pun menurutnya jauh dari budaya Indonesia.

"Sejarah valentine berasal dari zaman Romawi yang ada dewa-dewi di sana. Selain itu digambarkan bahwa ada perilaku seks bebas dalam setiap perayaannya," ungkapnya melalui keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Kamis (14/2).

"Maka, sebagai bangsa Indonesia yang salah satu nilainya 'kemanusiaan yang adil dan beradab', Valentine tidak menggambarkan manusia yang beradab," tambahnya.

Sebagai warga negara Indonesia yang beragama Islam, terang Suci, kasih sayang tidak sesempit makna Valentine. Kasih sayang dalam Islam sifatnya universal, tidak dibatasi pada manusia.

"Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa menyayangi meskipun terhadap hewan sembelihan, niscaya Allah akan merahmatinya pada hari kiamat," ungkapnya.

Selain itu, kata Suci, setiap perayaan Valentine juga ditandai dengan melakukan seks bebas (zina). Padahal dalam Islam jelas zina adalah dilarang.

Komunitas Sahabat Aliansi Cinta Keluarga (AILA), menganggap perayaan hari kasih sayang tidak beradab dan jauh dari nilai-nilai Pancasila serta agama Islam

Sumber Jawapos.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News