APTRI Minta Menteri Perdagangan Evaluasi HET Gula Tani

APTRI Minta Menteri Perdagangan Evaluasi HET Gula Tani
Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia menggelar rakernas di Jakarta. Foto: source for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menaikkan harga pokok penjualan (HPP) gula tani dari Rp 9.100 per kilogram menjadi Rp 11.000. Soemitro mengungkap, permintaan kenaikan tersebut menjadi salah satu rekomendasi rapat kerja nasional APTRI yang digelar 20-21 Juli lalu.

APTRI juga meminta Kemendag menaikkan harga eceran tertinggi (HET) menjadi sebesar Rp 14.000, dari aturan saat ini sebesar Rp 12.500 per kilogram.

Soemitro juga menjelaskan, usulan kenaikan HPP dan HET ini mempertimbangkan rendemen tahun ini sangat rendah rata-rata 6-7 persen dengan produksi tebu 70- 80 ton/Ha. Rendemen rendah disebabkan mesin pabrik gula yang sudah tua.

"Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah karena mayoritas pabrik gula milik BUMN rendemennya rendah. Padahal ketika tebu petani digiling di pabrik gula swasta maka rendemennya tinggi. Dengan adanya rendemen rendah, maka petani sangat dirugikan karena telah kehilangan pendapatan," katanya.

Dia menambahkan, lelang gula tani musim giling tahun 2017 lebih rendah dibanding musim giling tahun lalu, di mana lelang gula tani pada giling tahun 2016 mencapai rata-rata 11.500/kg sedangkan tahun ini rata-rata 9.500/kg. Rendahnya harga lelang gula tani tahun ini disebabkan karena kebijakan HPP dan HET yang rendah. "Hal ini sangat merugikan petani karena biaya produksi naik akan tetapi harga jual gula rendah," imbuhnya.

DPN APTRI sendiri telah melayangkan surat kepada Menteri Perdagangan pada tertanggal 11 April 2017 dan mengusulkan agar HPP gula petani musim giling 2017 sebesar Rp11.767,-/Kg. Usulan tersebut didasarkan atas besaran biaya pokok produksi (BPP) sebesar Rp10.600/kg dengan asumsi produksi tebu pada tanaman plant cane 100 ton/Ha dan rendemen 7,5 persen, sedangkan pada tanaman ratoon produksi tebu 90 ton/ha dengan rendemen tujuh persen.

"BPP tersebut telah memperhitungkan biaya bibit, pupuk, traktor dan kenaikan biaya produksi di antaranya adalah biaya garap, upah tenaga kerja dan biaya tebang angkut akibat kenaikan harga BBM," tutur Soemitro.

Sementara itu, Sekjen DPN APTRI Nur Khabsyin menambahkan, pada dasarnya kebijakan penetapan HET gula tidak tepat karena gula (termasuk gula tani) tidak termasuk barang yang mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga pemerintah tidak boleh menekan harga pasar.

Ketua Umum DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menaikkan harga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News