Aroma Kejayaan Tembakau Deli yang Semakin Memudar

Aroma Kejayaan Tembakau Deli yang Semakin Memudar
Gudang Fermentasi Tembakau Deli PTPN) II di Bulu Cina. Foto: Mesya/JPNN.com

Tembakau Deli siap diekspor ke Bremen Jerman. Foto: Mesya/JPNN.com

Mereka ini suku Jawa asli. Dulu, saat kolonial Belanda membudidayakan tembakau di Deli, dibawalah pekerja dari Tiongkok, India, dan Jawa. Suku asli di Medan hanya dipekerjakan di ladang.

Menurut Sayuti, asisten kepala tembakau dan riset PTPN II, pernah dipekerjakan suku Deli di gudang. Sayangnya tidak bertahan lama, karena untuk melakukan pekerjaan tersebut dibutuhkan kesabaran, telaten, dan teliti.

"Perempuan Jawa memang dikenal sabar, telaten, dan teliti makanya cocok jadi pekerja di gudang tembakau. Karena untuk mendapatkan tembakau berkualitas tinggi, butuh proses yang panjang," terangnya kepada JPNN dalam rangkaian lawatan sejarah nasional (Lasenas) ke-17 di Medan, Rabu (10/7).

Salmiah salah satunya yang tetap dipekerjakan meski sudah pensiun sebagai karyawan tetap. Saat ini dia bekerja sebagai karyawan lepas dengan gaji sekira Rp 800 ribu per bulan. Gaji ini sangat jauh jika dibandingkan dengan karyawan tetap sekira Rp 2 jutaan.

Meski begitu dia sudah sangat bersyukur masih ada yang mau menggunakan tenaganya. Salmiah tidak sendiri. Ada banyak perempuan paruh baya yang bekerja di gudang tua itu. Termuda usianya 45 tahun, dan Salmiah paling tua.

BACA JUGA: Tolak Penutupan Tempat Karaoke, Muklis: Nanti Neraka yang Isi Siapa?

Generasi muda enggan bekerja di gudang tembakau. Selain pekerjaan butuh ketelatenan, mereka tidak tertarik dengan gajinya yang minim. Perempuan muda lebih memilih bekerja di pabrik.

Gudang Fermentasi Tembakau Deli PTPN II di Bulu Cina, saksi kejayaan tembakau Deli yang tersohor hingga ke Uni Eropa di abad ke-19.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News