Bantah Tuntutan Jaksa, Terdakwa Sebut Migor Langka Karena HET

Bantah Tuntutan Jaksa, Terdakwa Sebut Migor Langka Karena HET
Sejumlah terdakwa perkara minyak goreng membantah tuntutan Kejaksaan Agung (Kejagung). Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah terdakwa perkara minyak goreng membantah tuntutan Kejaksaan Agung (Kejagung). Para terdakwa menolak tuntutan jaksa yang menyebut telah menjadi dalang kelangkaan minyak goreng di Indonesia.

Mereka antara lain Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) Master Parulian Tumagor dan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardana.

Dalam nota pembelaan atau pleidoi, Master Parulian mengatakan penyebab kelangkaan minyak goreng ialah kebijakan kontrol harga, dalam hal ini harga eceran tertinggi (HET).

Kementerian Perdagangan sempat menetapkan HET yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

"Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master secara daring yang disiarkan langsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (27/12).

Master menjelaskan sebelum ada HET, minyak goreng masih ada di pasaran, meski harganya cukup tinggi karena mengikuti nilai fluktuatif dunia. Namun, setelah terbit aturan HET, kata Master, semua produk minyak goreng hilang di pasaran.

"Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," ujarnya.

Menurut Master, tidak ada lembaga negara yang bisa mengontrol distribusi minyak goreng layaknya bahan bakar minyak (BBM) seperti Pertamina. Hal itu seperti disampaikan Rizal Mallarangeng saat bersaksi di persidangan beberapa waktu lalu.

Terdakwa menjelaskan sebelum ada HET, minyak goreng masih ada di pasaran, meski harganya cukup tinggi karena mengikuti nilai fluktuatif dunia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News