Bayi Tersangkut di Pohon 18 Jam, Kisah Ini Bikin Merinding

Bayi Tersangkut di Pohon 18 Jam, Kisah Ini Bikin Merinding
Arsya Putra Umara diapit kedua orangtuanya di lokasi pengungsian, Desa Padende, Kecamatan Maraola, Kabupaten Sigi, Jumat (12/10). Foto: EDWIN AGUSTYAN/KALTIM POST

jpnn.com - Seiring gulungan ombak tsunami di Palu yang meluluhlantahkan daratan, kalimat Syahadat terus diucapkan. Memberi keajaiban pada makhluk yang belum lama merasakan kehidupan.

EDWIN AGUSTYAN - Palu

AMALIA Nursam sudah tidak bisa lagi berdiri tegak. Rumahnya bak kapal di tengah lautan berombak. Tangannya terus mendekap Arsya Putra Umara. Si bungsu yang baru berusia 55 hari itu sedang disusui ketika gempa mengguncang Palu, Sigi, dan Donggala, Jumat (28/9) pukul 18.02, dengan kekuatan 7,7 magnitudo itu.

Belum sepenuhnya sadar dari guncangan, Amalia dan suaminya, Burhanuddin (30), diminta kerabatnya bergegas ke luar rumah. Teluk Palu sedang tak bersahabat. Kekuatan gempa menimbulkan tsunami.

“Saya lihat ada dua ombak besar. Yang pertama cuma sampai tanggul. Yang kedua mungkin sampai 10 meter. Posisinya seperti kepala ular kobra yang mengembang,” kata Amalia.

Kediaman Amalia hanya berjarak 12 meter dari bibir pantai. Cuma terpisah tanggul penahan ombak. Bersebelahan dengan rumah orangtuanya. Masuk wilayah Kampung Nelayan, RT 1, RW 2, Kelurahan Talise.

Sebelum menyelamatkan diri, Amalia menyerahkan Arsya kepada Burhanuddin. Baru beberapa langkah, perempuan 39 tahun itu terjatuh. Belum sempat dibangunkan Burhanuddin, tsunami sudah menerjang.

“Arsya saya gendong di tangan kiri, tangan kanan mau membantu mamanya (Amalia). Tapi belum sempat berpegangan,” kata Burhanuddin.

Kisah bayi berusia 55 Hari yang selamat dari gempa dan tsunami Palu, terangkut di pohon selama 18 jam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News