Begini Cara Atasi Genderuwo di Bidang Ekonomi

Begini Cara Atasi Genderuwo di Bidang Ekonomi
Uang Rupiah. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Istilah genderuwo belakangan mendadak viral setelah dicetuskan Presiden Jokowi untuk menyebut politikus yang kerjanya hanya menakut-nakuti masyarakat, pandai memengaruhi dan tidak menggunakan etika maupun sopan santun politik.

Tidak hanya di tataran politik, ilustrasi genderuwo ini juga mencerminkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini.

Genderuwo yang dimaksud yakni mafia-mafia ekonomi yang menyatu dengan penguasa, tidak terlihat namun membuat rugi negara. Sebut saja mafia di sektor pertambangan migas, anggaran negara (APBN/APBD), sektor pangan hingga penegakan hukum.

Melihat hal itu, Pakar Ekonomi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni mengatakan, sebetulnya pemerintah bisa saja terlepas dari politik atau genderuwo ekonomi tersebut, asalkan bersikap transparan dan jujur kepada publik.

"Kalau birokrasinya dibikin efisien, transparan dan profesional. Dengan birokrasi yang baik maka keterbukaan informasi itu akan bisa meminimalisasi kelompok kepentingan pribadi itu, karena masyarakat memiliki akses yang sama," katanya, Jum’at (16/11).

Jika tidak ada perubahan paradigma baru dalam sistem pembangunan nasional, maka para pemburu rente ini akan tetap tumbuh subur bak jamur di musim hujan.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2018, angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82% dari populasi atau sebanyak 25,95 juta orang. Angka itu menurun jika dibanding September 2017, yaitu 26,58 juta orang (10,12%).

Untuk Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp. 401.220 per kapita per bulan, lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.

Tidak hanya di tataran politik, ilustrasi genderuwo ini juga mencerminkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News