Begini Cara Fahira Idris Menanamkan Rasa Cinta Sungai

Begini Cara Fahira Idris Menanamkan Rasa Cinta Sungai
Anggota DPD DKI Jakarta Fahira Idris bersama Komunitas Condet Kita Foundation menyusuri sungai Ciliwung sejauh 8 kilometer dimulai dari Jembatan TB Simatupang hingga ke Dermaga Rawa Elok, Condet, Jakarta. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI atau Senator DKI Jakarta Fahira Idris bersama Komunitas Condet Kita Foundation dan Relawan Cinta Jakarta melakukan kegiatan Susur Sungai Ciliwung. Kegiatan susur sungai ini adalah salah satu cara untuk menanamkan rasa cinta terhadap sungai yang merupakan salah satu ekosistem paling penting di bumi dan menjadi titik lahirnya berbagai peradaban besar di dunia.

Fahira Idris mengungkapkan pertumbuhan kota Jakarta tidak dapat dilepaskan dari peran dan keberadaan Sungai Ciliwung yang membelah kota kita ini.

BACA JUGA: Harus Ada Kajian Komprehensif untuk Kembalikan Fungsi Sungai

Di sepanjang alirannya Sungai Ciliwung inilah mula peradaban dan denyut aktivitas pertama Jakarta baik pada masa Tarumanagara maupun saat masih bernama Batavia. Bahkan pada masanya air Sungai Ciliwung menjadi sumber air bersih dan air minum. Namun, seiring perjalan waktu paradigma sungai sebagai titik peradaban yang harus dijaga dan dicintai mulai sirna digilas zaman.

“Tantangan terberat yang kita hadapi saat ini adalah mengembalikan paradigma bahwa sungai sesungguhnya adalah ekosistem makhluk hidup dan sumber kehidupan serta tumbuhnya sebuah perabadan, bukan tempat pembuangan sampah,” ujar Fahira Idris usai kegiatan susur sungai sejauh 8 kilometer yang di mulai dari Jembatan TB Simatupang hingga ke Dermaga Rawa Elok, Condet, Jakarta Timur, pekan lalu.

Menurut Fahira, mengembalikan paradigma bahwa sungai sebagai ekosistem juga bisa dilakukan lewat naturalisasi sungai yang menjadi salah satu program strategis Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hal ini karena membangun kembali ekosistem sungai, bukan dengan memasang semen, beton atau batu, tetapi membuat ekosistem biologinya tumbuh yaitu dengan naturalisasi.

Naturalisasi, lanjut Fahira, mempunyai perbedaan yang signifikan dengan normalisasi. Karena normalisasi dalam praktik dan implementasinya hanya sungai karena hanya dilebarkan dan dikeruk saja, seperti yang dilakukan di Kali Krukut. Sementara naturalisasi lebih dari itu karena lebih komprehensif dalam mengembalikan sungai dan lingkungan sekelilingnya kembali seperti semula.

Menurutnya, dengan naturalisasi semua potensi yang ada di sekitar sungai dihidupkan kembali. Tidak hanya sampah dan lumpur yang dikeruk tetapi lingkungan di sepanjang sungai diperbaiki sehingga bisa dimanfaatkan untuk aktivitas yang sifatnya penghijauan mulai dari dijadikan kantung-kantung air. Bahkan naturalisasi memungkin lahan di kanan kiri sungai yang kosong dijadikan pusat edukasi bagi warga untuk lebih mencintai sungai.

Kegiatan susur sungai ini adalah salah satu cara untuk menanamkan rasa cinta terhadap sungai yang merupakan salah satu ekosistem paling penting di bumi dan menjadi titik lahirnya berbagai peradaban besar di dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News